Tentang Sebuah Pertemuan Pada Kata yang Membawa Pertemuan Nyata
Pulau Perantauan.
Madura, dipertengahan tahun 2016
Pertemuan pertama pada kata
Semuanya berawal dari hujan yang turun pada senja diiringi rintik tetesan air. Perihal hujan, aku sangat membencinya. Kedatangannya selalu mengingatku pada luka yang pernah datang seiring dengan jatuhnya. Dan pada senja. Ia selalu menelan mimpi yang belum sempat kuraih di hari itu. Namun, indahnya memberiku semangat. Bahwa masih ada fajar yang akan menjemput mimpiku kembali.
Catatan ini tentang "Hujan, senja, dan awal sebuah cerita". Sebuah pertemuan yang pada akhirnya membawa kecocokan. Hari itu, di sore setelah hujan reda aku untuk pertama kalinya membaca karya yang ditulis oleh Boy Candra " Catatan Pendek untuk Cinta yang Panjang" yang kupinjam tanpa sengaja dari salah seorang teman.
Hujan di sore itu belum benar-benar pergi masih meninggalkan genangan pada tiap jalan yang berlubang. Seperti ia yang hilang namun masih meninggalkan kenangan pada hati yang lubang sebab luka.
Seperti sore biasanya, aku memang senang berkunjung ke indekost teman. Dan sore itu hujan menahanku untuk tetap disana. Namun percayalah, hidup bukan hanya sebuah kebetulan-kebetulan belaka. Sebab semua telah direncanakan oleh Sang Kuasa. Perihal aku yang terjebak karena hujan, aku percaya itu memang sudah dilukiskan akan terjadi dalam kehidupanku.
Bosan melandaku, pada ujung cerita yang telah habis terucap kata. Harusnya, jika hujan tak datang aku bisa pulang. Namun, ia menahanku untuk tetap disana -di kost salah seorang teman. Hujan selalu butuh teman, agar dinginnya tak terlalu menusuk tulang. Dan buku adalah teman yang baik ketika hujan datang. Kebetulan temanku juga hobby membaca. Ia pinjamkan sebuah buku penawar sepi padaku. "Catatan pendek untuk cinta yang panjang" begitu saat kubaca judul pada sampul buku "Boy Candra" nama yang unik dari sang penulis.
Dan itulah awal dimana aku mengenal karyanya.
Tentang Cinta. Aku memang tak begitu suka buku-buku yang penuh dengan bahasan cinta. Hujan dan cinta. Keduanya tak pernah berada pada tempat yang istimewa dalam hidupku. Ya, pertemuan dengan karyanya berisikan tentang apa-apa yang sebelumnya tak kusukai. Hujan dan Cinta. Aku tak begitu suka membahas kedua hal tersebut menjadi sebuah bait dalam cerita. Namun, aku rasa Boy Candra telah merubah pemikiranku tentang dua hal tersebut.
Aku mulai membuka pada halaman pertama. Sebelum membaca inti buku, "Pengantar Perasaan" menarik perhatianku. Aku suka beberapa kalimat pada tiga paragraf terakhir dalam buku tersebut.
"Jika kau membaca buku ini. Saya berharab berikan jugalah kepada orang-orang yang kau cintai. Sebab, beberapa tulisan ini memang isi hati yang tak bisa diungkapkan kepada seseorang. Hadiahi dia buku ini, mungkin bisa menyampaikan apa yang ingin kau sampaikan. Tidak masalah apakah dia seseorang di masalalumu, seseorang yang sedang menikmati hari-harimu atau orang yang kau harapkan jadi masa depanmu"
Pada akhirnya, mulailah aku jatuh Cinta pada tiap kata yang ditulis kan dalam buku tersebut. Begitu lembut, seperti membaca catatan harian.
Dan hari itu, dipertengahan tahun 2016 untuk pertama kalinya aku memiliki penulis favorit. Ia adalah "Boy Candra". Entahlah, kali ini cinta begitu cepat berproses.
Hampir seperempat halaman sudah, kubaca buku tersebut dengan ditemani rintikan hujan sore itu. Pada akhir halaman kulihat sekilas profil penulis, mengintip alamat blog agar dapat kustalking dihari kemudian.
Sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku akan memiliki seorang penulis favorit. Meski sudah hobby membaca dan menulis sejak kelas 3SMA, aku tak pernah memiliki satupun penulis favorit -padahal sudah lumayan banyak buku yang kubaca. Aku bahkan pernah mengisi formulir pendaftaran anggota pers Mahasiswa yang berisi pertanyaan "Siapakah penulis favorit anda?" dengan jawaban konyol "Saya tak memiliki penulis favorit, karena saya ingin nantinya saya yang akan menjadi seorang penulis favorit"
Memang mengganjal, bercita-cita ingin jadi penulis namun tak memiliki penulis favorit sebagai penyemangat dan panutan. Boy? apakah sebelum menjadi penulis buku kamu memiliki penulis favorit juga?
Selain tak memiliki penulis favorit, aku juga tak pernah membeli sebuah buku. Di Perpustakaan SMA ku, terdapat banyak Novel best seller yang terjejer di atas rak buku. Maka, aku tak perlu membeli buku. Kakak perempuanku juga senang membaca, dan beberapa kali ia membeli buku. Sebab hal itu, aku tak pernah membeli buku. Karena menurutku, membeli buku -seperti Novel- hanya buang-buang uang. Habis dalam sekali baca.
Namun, pada akhirnya untuk pertama kali aku membeli buku. Sebuah buku yang juga untuk pertama kalinya ingin sekali kumiliki, meski nantinya akan habis dibaca satu kali. Tapi aku percaya buku yang satu ini tak akan habis meski sudah terbaca.
Hampir di akhir tahun 2016 Boy Candra menerbitkan satu bukunya lagi "Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi". Aku sempat mengikuti sebuah event di Instagram Boy Candra, hari itu adalah perayaan ulang tahunnya. Jika beruntung, aku dapat memiliki satu buku karangan Boy Candra yang kuinginkan dengan percuma. Namun, sayang aku bukanlah satu dari ratusan pembaca buku Boy yang dipilih. Tapi, semua tak berhenti disitu saja. Beberapa hari setelahnya ada Pre order untuk buku terbaru Boy Candra edisi tanda tangan. Alhamdulillah, dapat juga Buku + Tanda tangan penulis favorit ku. Buku pertama yang benar-benar ingin kumiliki. Sebelumnya ada beberapa buku milik Boy yang ingin kubaca, salah satunya adalah kumcer "Suatu Hari di 2018" ingin sekali, sebab aku suka menulis cerpen.
Dan Allah memang baik, Ia selalu mendengar doa-doa hambanya yang mau berdoa dan berusaha. Walapun belum dapat membeli buku Boy Candra dengan harga rata-rata 50rb lebih, paling tidak aku dapat membeli ebook dengan harga agak terjangkau. Alhamdulillah, Ria bisa baca buku Boy Candra.
Sebenarnya tak semua yang dituliskan Boy Candra adalah kata-kata galau yang berlebihan. Bagiku banyak juga kata-kata motivasi yang menyadarkan kita bahwa sedih dan galau itu tak perlu. Dan sepanjang tahun 2016 Boy Candra selalu menjadi topik pembicaraanku dengan teman yang juga hobby membaca -meski tidak sama-sama membaca buku Boy Candra. Beberapa postingan di Instagramku juga banyak yang berisikan kata-kata Boy Candra, salah satunya dari buku kumpulan puisi "Kuajak Kau Kehutan dan Tersesat Berdua". Aku memang suka sekali menulis.
****
Jogja, di awal tahun 2017
Pertemuan nyata yang tak pernah terduga
Hari itu, liburan semester tiga perkuliahan kuputuskan untuk menghabiskan waktu liburan di jogja. Menginap di kost kakak perempuan yang sedang kuliah di sana. Awalnya aku hanya berencana satu minggu saja berada di jogja. Namun, karena akan ada tamu istimewa yang hadir diJogja pada hari ke 23 bulan Januari, rencana kepulanganpun ditunda dulu. Bukan terpaksa ditunda, tapi HARUS ditunda.
Suatu siang saat aku bermain Instagram, postingan Boy Candra pertama kali muncul di Instagram ku. " Talk Show Seperti Hujan di Kotamu" Jogja 23 Januari. Ada rasa senang namun juga sedih. Senang karena kebetulan sekali aku sedang berada di jogja, ini kesempatan langka. Kapan lagi aku bisa bertatap muka dengan penulis favoritku? Namun disisi lain aku juga sedih, tanggal 23itu masih lama. Pastinya aku sudah pulang, sebab aku juga harus pulang karena ada tugas magang di Taman Kanak-Kanak.
Namun, lagi-lagi tuhan begitu baik padaku. Kakak perempuan ku menawari untuk melihat Boy Candra bersama -sebab ia juga tahun aku menyukai tulisan Boy Candra. Akhirnya, rencana pulang KeBojonegoro pun ditunda. HARUS ditunda.
Senin, pada hari ke-23 bulan Januari
Sore itu aku berharap dapat bersahabat dengan hujan. Berharap ia tak turun dan menghalangiku untuk bertemu dengan Boy Candra. Dan hujan memang tak turun. Namun, hingga pukul 14.00 WIB kakak perempuanku dan salah satu temannya belum juga selesai berkecipung dengan bakteri-bakteri untuk penelitian skripsi mereka. Bahkan sampai pukul 14.30WIB. Aku masih menunggu dengan perasaan gelisah. Bagaimana jika nanti aku terlambat? Bagaimana jika nanti Boy Candra sudah datang? Bagaimana kalau-kalau aku akan mendapat posisi yang tidak strategis dan paling belakang, hingga tak dapat melihat Boy Candra dengan jelas? Berbagai pertanyaan negative pun bermunculan di kepalaku. Aish itu sangat mengganggu.
Pada akhirnya sekitar pukul tiga sore kurang seperempat menit kami keluar dari Laboratorium Microbiologi UGM. Duduk disalah satu bangku gedung Akademik sembari memesan ojek online untuk berangkat ke gramedia.
Aku sampai gramedia pukul tiga sore lebih beberapa menit. Dan syukurlah, Boy belum datang. Ia agak terlambat.
Aku berdiri tepat didepan sekali -meski tidak duduk tapi aku sangat senang. Kakak perempuanku dan satu temannya memutuskan untuk turun Solat Ashar -mereka memang hanya mengantarku dan akupun melihat Boy sendirian.
Berbagai pertanyaan untuk Boy sudah tercatat rapi dalam kepalaku. Tinggal pilih mau bertanya yang mana saja. Tinggal memberanikan diri untuk mengangkat tangan. Namun, apalah daya. Aku masih menjadi Ria yang sama. Ria yang tak pernah percaya diri dengan pertanyaan nya. Ria yang selalu malu untuk bertanya. Aku tak berani mengangkat tangan.
Kemudian aku berfikir kembali. Kesempatan ini aku tak pernah tau kapan akan datang lagi. Maka, kuberanikan diri untuk mengangkat tangan. Meski bukan pada sesi tanya jawab.
Tak pernah kusangka aku akan membaca kutipan kalimat dalam buku "Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi" didepan Boy Candra.
Maka, sore itu aku begitu bahagia. Dapat bertemu dengan ia yang selama ini hanya kujumpai lewat kata. Berjabat tangan juga berfoto dengan Boy Candra.
Aku percaya, hidup bukanlah sebuah kebetulan-kebetulan belaka. Pertemuanku hari ini dengan Boy Candra memang sudah ditakdirkan. Tinggal bagaimana usahaku membuat takdir itu menjadi nyata.
Dan disore selanjutnya, selama dua hari berturut-turut hujan turun membasahi kota Jogja pada jam yang sama dengan datangnya Boy di hari sebelumnya. Mungkin hujan rindu. Rindu sore hari seperti di tanggal 23 lalu. Sore bersama ia yang senang menulis hal tentang hujan dan senja.
Teruntuk Boy Candra, terimakasih sudah berkunjung ke Jogja pada saat aku berada di sana. Tetaplah menerbitkan Buku, agar aku selalu punya teman saat hujan coba menggodaku.
Terimakasih, karena tiap kata yang kau tulis adalah satu semangat untukku agar dapat belajar menulis lebih giat lagi.
Jogja, 25 Januari pukul 17.11 WIB.
Didalam kamar dengan ditemani suara rintikan hujan.
Salam dari pembaca tulisanmu, semoga Boy selalu sehat.








