Halaman

About

Facebook

Sunday, November 5, 2017

Kembali


Rasanya sudah lama sekali jari ini tak menari pada tombol-tombol keyboard atau sekadar menarikan pensil pada kertas putih. Entahlah, beberapa bulan terakhir ini menulis rasanya menjadi kegiatan yang asing. Aku tak lagi menulis bagaimana kulewati kisah pada hari ini. Menulis catatan harianpun sudah asing untuk kulakukan. Bahkan, untuk menulis beberapa paragraf tentang hari ini saja sudah jarang sekali. Aku tak tau mengapa itu terjadi. apakah aku sudah terlalu sibuk hingga tak sempat menulis lagi? Apakah aku terlalu menikmati hidupku hingga terbuai dan lupa mengabadikannya lewat sebuah tulisan? Entahlah.
Saat ini, aku sudah menginjak semester ke-5 diperkuliahan. Mahasiswa akhir? Ah tidak juga. Kurang lebih 1½ tahun lagi aku akan lulus dari Universitas. Sebetulnya, begitu banyak hal yang terlewat untuk ditulis beberapa bulan terakhir ini. Banyak sekali, hingga aku mulai bingung harus menulis yang mana terlebih dahulu. Dan pada akhirnya aku malah tak menulisnya sama sekali. Jujur saja, saat ini aku bingung akan menulis apa. Aku hanya ingin menulis. Melatih jari dan ingatanku agar mulai terbiasa lagi dengan hal ini. Karena menulis adalah sebuah kebiasaan yang harus terus dibiasakan.
Beberapa minggu yang lalu, aku ingin sekali nonton film. Tapi aku tak memiliki film untuk ditonton di laptop ku. Aku suka nonton film. Jangan kalian fikir aku menonton film untuk hiburan saja, tidak. Sebenarnya aku ingin menonton film bukan untuk mencari hiburan. Namun, untuk mendapat inspirasi. Mengetahui hal-hal jauh yang belum kuketahui. Melihat cerita baru yang sebelumnya tak pernah kujumpai. Dan sore ini, lepas ujian tengah semester selesai pada minggu ini, akhirnya aku bisa menonton film juga. Download sendiri dengan memanfaatkan fasilitas kampusku.
Malam ini indekost begitu sepi. Hari ini hari jumat. Ya, banyak mahasiswa yang sudah pulang karena beberapa dari mereka sudah selesai menjalani masa uts. Namun sayangnya aku masih belum bisa pulang. Uts masih berlanjut hingga senin depan, dan pada hari rabu masih ada acara DiesNatalies. Padahal aku sudah rindu keluarga dan ingin segera pulang. Kadang, berada di sini itu membosankan. Tak bisa jalan-jalan. Dan itu yang membuat inspirasiku tak muncul. Aku rasa sih seperti itu.
Sebenarnya beberapa bulan lepas vakumnya aku menulis di blog, banyak kejadian yang terlewatkan pada masa saat aku menjadi mahasiswa semester 4, hingga sekarang sudah menginjak semester kelima. Pada awal bulan maret lalu, aku lolos menjadi anggota BEM di Fakultasku. Sebuah doa kecil ditahun lalu itu akhirnya terwujud. Banyak hal yang kulewati di BEM hingga saat ini. Dari sedih, senang, kesal, dan pernah merasa tak punya teman disana. Sebuah rasa keidaknyamanan pun pernah, bahkan sering hinggap. Tapi pada akhirnya aku dapat melewati hal itu semua.
Tahun ini aku bingung mengatur tanggung jawab. Hingga hobby kecilku ini, yaitu menulis jarang kulakukan. Pikiranku bercabang-cabang. Dari memikirkan tanggung jawab di dua organisasi, kuliah, tugas, prestasi, dan sekarang aku juga punya usaha. Usaha kecil yang kurintis dengan 3 temanku. Ahh, rasanya pikiran ini campur aduk, apalagi IP ku di semester ke empat mulai menurun. Selalu menurun tiap semester.
Tahun ini, aku juga mengalami hal yang belum pernah kualami sebelumnya. Perihal cinta. Maaf tapi aku malas menuliskannya secara detail. Doakan saja aku segera memiliki buku. Nanti akan kuceritakan tentang ia.
Di semester kelima ini, banyak juga yang mengatakan aku gendutan. Aih, rupanya aku terlalu bahagia. Padahal tiap berangkat ke kampus aku selalu jalan kaki selama 20menit. Itu berangkatnya saja, kalau PP ya 40 menit. Itupun kalau aku tak pulang saat jeda kuliah, kalau pulang ya ditambah. Belum lagi kalau rapat dimalam hari, hhhmmm.
Namun aku menyukai hidupku saat ini. Dengan cerita yang tak selalu bahagia. Dan ngomong-ngomong, beberapa bulan yang lalu aku melewati hari kelahiranku. Tak semeriah tahun lalu memang. Namun aku senang, karena mendapat kejutan dari kedua sahabatku disini. Yaitu fira dan desi.
Well, mungkin itu saja yang bisa kutuliskan. Tunggu ceritaku selanjutnya yah. Doakan semoga semangat menulis dalam diriku semakin terisi. Dan aku ingin sekali memiliki buku terbitanku sendiri. Rencananya akhir tahun ini, aku akan mengikuti lomba menulis novel dan cerpen. Tak perlu repot mendoakan agar jadi juara sih. Cukup doakan saja semoga ada karya yang aku lombakan. And by the way, sabtu depan aku ke Surabaya. Doakan aku berani, pasalnya aku berangkat sendiri. Habisnya pengen ketemu Boy Candra. Dia adalah penulis favoritku satu-satunya.

Sunday, April 23, 2017

Jogja Story (Bag.2)

Sebelum ku tulis tiap kata yang nantinya menjadi sebuah cerita panjang, ku-ucapkan terimakasih kepada mereka yang telah hadir mengisi cerita ku selama di Jogja. Tepatnya pada tanggal 16 Januari 2017 lalu. Hari-hari dimana semuanya terasa begitu indah dan pikiran bebas tanpa beban.
Terimakasih,
  • Untuk Mbak Tika, kakak perempuan paling baik sedunia, yang sudah ngajak jalan-jalan, membelikan dan memberikan banyak hal.
  • Boy Candra, seorang penulis yang kebetulan sekali juga berkunjung ke Jogja.
  • Mbak Bani, kakak yang pernah bantu mengupas sosis hehe. Yang senantiasa menemani saat aku duduk sendirian di fakultas pertanian. Yang juga sudah menemani ke gramed.
  • Mbak Wannah, teman mbak Tika yang pertama kali aku lihat dari foto saat mbak Osjur.
  • Mbak Mela, teman sekamar mbak Tika yang selalu mengingatkan untuk solat dan tak pernah lelah bangunin untuk solat subuh. Kakak yang awalnya kelihatan galak tapi ternyata lucu dan baik.
  • Mbak Ratna, keluarga Kost Azalia yang lucu dan doyan makan.
  • Mbak Reza, kakak Azalia yang cantik dan takut kucing.
Beserta  keluarga Azalia yang lain, Mbak Ela, Mbak Caca, dan Mbak Ummi.
Juga teman-teman Sejurusan mbak Tika, teman-teman mbak Tika yang pernah main di kost mbak Tika yang tak bisa aku sebut satu persatu. Terimakasih sudah berkenalan dan mengisi kisah ini.
***
Cerita dipertengahan tahun 2015 lalu rupanya belum berakhir, dan alhamdulillah dapat berlanjut di awal tahun 2017 ini.
Kunjungan di jogja kali ini, bukanlah untuk mengikuti sebuah ujian masuk Universitas seperti di tahun 2015 lalu. Namun, bukan juga sebagai Mahasiswa dari Universitas yang aku tulis di akhir catatan jogja story lalu. Aku datang sebagai pengunjung. Ya berkumjung keJogja untuk menghabiskan beberapa waktu liburan. Bukan lagi sebagai pelajar yang akan mengikuti test masuk universitas.
Baiklah, perihal masalalu tak baik mengingatnya terlalu lama. Lebih baik menata diri untuk merajut kisah selanjutnya.
Hari itu cuaca begitu cerah. Pada hari ke 16 bulan Januari di awal tahun 2017. Berbeda dengan kunjungan sebelumnya, kali ini aku benar-benar siap, tanpa rasa gugup ataupun hal lain yang membuat gelisah. Mungkin karena memang tujuanya sudah berbeda. Tak sama dengan saat berkunjung keJogja 2tahun lalu. Kali ini memang untuk liburan.
Ria sudah Mahasiswa. Dan Jogja masih sama seperti 2tahun yang lalu. Masih menyambutku dengan baik. Maih membawa senyum, dan masih indah hingga waktu terasa cepat berlalu ketika aku berada di sana. Aku berangkat dengan Travel, disamping belum paham betul tatacara naik bus untuk ke Jogja, barang bawaan yang dipesan mbak Tika pun banyak. Jadi, memang lebih baik jika naik Travel, agar mudah dan praktis membawanya. Pukul tujuh pagi Travel telah sampai didepan rumah, dan sampai di indekost mbak Tika kira-kira pukul satu siang. Maka, ceritaku dijogja dimulai dari sana.
Ya, tempat yang kutuju untuk pertama kali pastinya indekost mbak Tika. Agak sepi waktu itu, mungkin karena teman mbak Tika rata-rata aktivis yang sibuk dikampus. Dari kunjungan sebelumnya untuk sekedar kenal dengan anggota kost Azalia cukup sulit. Karena aku memanglah seorang yang pendiam diawal bertemu. Namun, seiring berjalannya waktu aku mulai mengenal ukhti-ukhti kost Azalia. Mereka adalah perempuan yang lucu-lucu, aku suka. Walau memang untuk mandi harus menunggu agak lama, yahh kuanggap itu sebagai tantangan saja hehe.
Jogja, mungkin awalnya hanya beberapa teman yang tau bahwa aku sedang berlibur disana. Karena memang aku tak memberitahu secara sengaja. Lama kelamaan merekapun tahu dari percakapan kecil di sebuah pesan chat, atau postingan ku pada media sosial. Ya, begitulah. Aku hanya ingin menikmati Jogja tanpa kehadiran orang-orang yang kukenal di Madura.
Di jogja aku pernah melakukan hal yang sebelumnya tak pernah, bahkan mungkin tak mau kulakukan sebelumnya. Ya!! Hujan-hujan. Perihal hujan sebenarnya aku tak begitu menyukainya. Dan mungkin kali ini bisa dikatakan terpaksa. Siang itu, seperti biasa aku ikut Mbak Tika ke kampus. Sekedar duduk-duduk saja dan melihat mahasiswa UGM beraktivitas. Aku sudah lumayan kenal dengan teman dekat mbak Tika, karena memang ini adalah pertemuan ke-2 ku dengan mereka.
Sehabis makan di kantin dan menjalankan ibadah solat dhuhur, langit siang itu tiba-tiba gelap. Karena mendung aku memutuskan untuk pulang terlebih dahulu, dan bak Tika masih sibuk penelitian di Laboratorium. Karena Takut "kebeteng" di laboratorium yang baunya menyengat, akhirnya Ria pulang sendiri. Aku mempercepat langkah saat sudah melewati parkiran, takut kalau-kalau hujan turun. Langit begitu gelap. Dan selayaknya manusia, aku tak pernah bisa menebak apa yang terjadi disatu detik selanjutnya. Tiba-tiba saja hujan turun begitu lebat. Jalanan begitu lengang. Angin genit mulai berhembus kuat. Aku tidak berteduh, kuterobos hujan sian itu sendiri. Maka, itu adalah pertama kalinya aku kehujanan sendirian. Kucatat hari itu, dan akan menjadi ceritaku. Seru sekali sih tapi.
***

12hari aku di Jogja. Cukup lama. Tapi terasa cepat.
Hari itu, -lupa aku hari apa- adalah untuk pertama kalinya aku nonton bioskop. Aku begitu semangat. Dan hari itu adalah pertama kalinya aku naik ojek online. Tapi Bapak salah satu ojek online menggoreskan cerita lain. Mandi pagi-pagi lalu bersiap berangkat ke Lippo. Mbak Tika sudah pesan Ojek Online. Dan apesnya aku, bapak-bapak ojek yang kutumpangi itu tak bawa helm -dia bilang mungkin terjatuh dijalan- alhasil aku harus bawa helm sendiri. Beliau juga tak tau jalan. Aish mimpi apa aku semalam. Beliau malah bertanya padaku, aku yang berstatus penumpang nari kota sebrang. Ini adalah petama kalinya aku naik ojek online, namun bapak itu tak memberi kesan baik. Ya sudahlah, tak ada kisah yang sepanjang cerita akan mulus tanpa masalah. Yang penting semuanya terobati saat aku mulai duduk dibangku bioskop dan menikmati film yang diperankan Yuki Kato kala itu. Bersama Mbak Tika, Mbak Bani, dan Mbak yang satu aku lupa namanya. Tapi aku ingat wajahnya -maaf Ria memang mudah lupa nama orang. Pulangnya aku dan mbak Tika naik Go-Car.
***
Di kost Azalia, aku sering mencuci piring. Mbak Tika memang suka sekali menyuruhku. Aku sih sudah terbiasa jadi tak terkejut. Namun, berbeda dengan kakak Azalia. Sering aku debat-depat kecil dengan mbak Tika di kamar. Mengomeliku atau menyuruhku, namun aku lagi malas hingga pada akhirnya berdebat kecil. Namun pada akhirnya selalu mbak Tika yang menang, dan kakak Azalia sering heran sendiri dengan kami. Kalau di ingat lucu juga haha.
Salah satu cerita di Jogja yang tak terlupakan adalah bertemu dengan Boy Candra, salah satu penulis indonesia. Baca http://anggarawati.blogspot.co.id/2017/02/goresan-tinta-untuk-boy-candra.html
Di Jogja walau sering ditinggal mbak Tika ngeLes tapi tetap senang.
Awal aku ke Jogja, kondisi Mbak Tika tidak begitu baik. Perutnya sakit. Dan yah, kalau sudah begitu tak bisa diganggu. Alhasil, aku yang membeli lauk. Sebab aku masih belum tau tempatnya, maka aku pernah salah saat menuju tempat untuk membeli makanan. Akhirnya pulang dengan tangan kosong. Lalu, Bapak tukang bakso menyelamatkan perut kami. Aku dan mbak tika pun beli bakso. Kenyang, karena aku hampir menghabiskan dua porsi. Soalnya bakso mbak Tika tak habis dan aku yang menghabiskan.
***
Hari-Hari selama di Jogja banyak hal terjadi, yang tak bisa diceritakan satu persatu -karena terlalu banyak. Hingga di ujung liburanku, Mbak Tika mengajak ke malioboro. Salah satu tempat yang banyak dikunjungi wisatawan ketika berkunjung di Jogja. Kami jalan berdua, sebab teman mbak Tika rata-rata sibuk -aku tau mbak Tika sebetulnya juga sibuk, tapi sengaja menyempatkan. Untuk sampai ke Malioboro kami harus naik Bus Trans. Dan yah, sukses mulas-mulas perutku. Untung aja tak muntah.
Di Malioboro, di belikan banyak sesuatu oleh Mbak Tika. Kami menikmati siang yang penuh lampion warna merah. Sekitar pukul empat sore kami pulang ke indekost, mampir beli tahu bulat sebentar dan malamnya mbak Tika harus ngeles lagi. Dan aku, ditinggal lagi.
***
Untuk Mbak Tika Terimakasih sudah diajak main di Jogja. Menikmati Sunmor, melihat laboratorium tempat Mbak Tika nge-lab, nonton bioskop, jalan ke malioboro dan hal-hal lain yang sebelumnya belum pernah kulakukan.
Terimakasih untuk kakak penghuni Azalia yang menerima kedatanganku. Terkhusus untuk Mbak Mela yang senantiasa mau berbagi tempat tidur. Maaf jika mungkin Ria tidur nya banyak tingkah.
Makasih juga Mbak Tika dan Mbak Mela yang sudah mengantar sampai ke Terminal, bahkan sampai Ria duduk di Bus. Juga sudah bantu membawakan Tas di perjalanan menuju terminal.

Jogja Terimakasih untuk cerita-cerita yang kau tuang. Juga hujan di kotamu yang telah membasahiku.
Aku akan rindu makanan-makanan dari kota itu –terkhusus aya geprek. Rindu dinginnya pagi yang menyengat kulit. Rindu Radio jogja. Dan semua hal Di Jogja.

Semoga nantinya dapat kembali ke Jogja. Dengan tujuan yang berbeda dan tidak sendirian pula.

Wednesday, February 1, 2017

Goresan Tinta untuk Boy Candra


Tentang Sebuah Pertemuan Pada Kata yang Membawa Pertemuan Nyata


Pulau Perantauan.
Madura, dipertengahan tahun 2016

Pertemuan pertama pada kata
Semuanya berawal dari hujan yang turun pada senja diiringi rintik tetesan air. Perihal hujan, aku sangat membencinya. Kedatangannya selalu mengingatku pada luka yang pernah datang seiring dengan jatuhnya. Dan pada senja. Ia selalu menelan mimpi yang belum sempat kuraih di hari itu. Namun, indahnya memberiku semangat. Bahwa masih ada fajar yang akan menjemput mimpiku kembali.
Catatan ini tentang "Hujan, senja, dan awal sebuah cerita". Sebuah pertemuan yang pada akhirnya membawa kecocokan. Hari itu, di sore setelah hujan reda aku untuk pertama kalinya membaca karya yang ditulis oleh Boy Candra " Catatan Pendek untuk Cinta yang Panjang" yang kupinjam tanpa sengaja dari salah seorang teman.
Hujan di sore itu belum benar-benar pergi masih meninggalkan genangan pada tiap jalan yang berlubang. Seperti ia yang hilang namun masih meninggalkan kenangan pada hati yang lubang sebab luka.
Seperti sore biasanya, aku memang senang berkunjung ke indekost teman. Dan sore itu hujan menahanku untuk tetap disana. Namun percayalah, hidup bukan hanya sebuah kebetulan-kebetulan belaka. Sebab semua telah direncanakan oleh Sang Kuasa. Perihal aku yang terjebak karena hujan, aku percaya itu memang sudah dilukiskan akan terjadi dalam kehidupanku.
Bosan melandaku, pada ujung cerita yang telah habis terucap kata. Harusnya, jika hujan tak datang aku bisa pulang. Namun, ia menahanku untuk tetap disana -di kost salah seorang teman. Hujan selalu butuh teman, agar dinginnya tak terlalu menusuk tulang. Dan buku adalah teman yang baik ketika hujan datang. Kebetulan temanku juga hobby membaca. Ia pinjamkan sebuah buku penawar sepi padaku. "Catatan pendek untuk cinta yang panjang" begitu saat kubaca judul pada sampul buku "Boy Candra" nama yang unik dari sang penulis.
Dan itulah awal dimana aku mengenal karyanya.
Tentang Cinta. Aku memang tak begitu suka buku-buku yang penuh dengan bahasan cinta. Hujan dan cinta. Keduanya tak pernah berada pada tempat yang istimewa dalam hidupku. Ya, pertemuan dengan karyanya berisikan tentang apa-apa yang sebelumnya tak kusukai. Hujan dan Cinta. Aku tak begitu suka membahas kedua hal tersebut menjadi sebuah bait dalam cerita. Namun, aku rasa Boy Candra telah merubah pemikiranku tentang dua hal tersebut.
Aku mulai membuka pada halaman pertama. Sebelum membaca inti buku, "Pengantar Perasaan" menarik perhatianku. Aku suka beberapa kalimat pada tiga paragraf terakhir dalam buku tersebut.
"Jika kau membaca buku ini. Saya berharab berikan jugalah kepada orang-orang yang kau cintai. Sebab, beberapa tulisan ini memang isi hati yang tak bisa diungkapkan kepada seseorang. Hadiahi dia buku ini, mungkin bisa menyampaikan apa yang ingin kau sampaikan. Tidak masalah apakah dia seseorang di masalalumu, seseorang yang sedang menikmati hari-harimu atau orang yang kau harapkan jadi masa depanmu"
Pada akhirnya, mulailah aku jatuh Cinta pada tiap kata yang ditulis kan dalam buku tersebut. Begitu lembut, seperti membaca catatan harian.
Dan hari itu, dipertengahan tahun 2016 untuk pertama kalinya aku memiliki penulis favorit. Ia adalah "Boy Candra". Entahlah, kali ini cinta begitu cepat berproses.
Hampir seperempat halaman sudah, kubaca buku tersebut dengan ditemani rintikan hujan sore itu. Pada akhir halaman kulihat sekilas profil penulis, mengintip alamat blog agar dapat kustalking dihari kemudian.
Sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku akan memiliki seorang penulis favorit. Meski sudah hobby membaca dan menulis sejak kelas 3SMA, aku tak pernah memiliki satupun penulis favorit -padahal sudah lumayan banyak buku yang kubaca. Aku bahkan pernah mengisi formulir pendaftaran anggota pers Mahasiswa yang berisi pertanyaan "Siapakah penulis favorit anda?" dengan jawaban konyol "Saya tak memiliki penulis favorit, karena saya ingin nantinya saya yang akan menjadi seorang penulis favorit"
Memang mengganjal, bercita-cita ingin jadi penulis namun tak memiliki penulis favorit sebagai penyemangat dan panutan. Boy? apakah sebelum menjadi penulis buku kamu memiliki penulis favorit juga?
Selain tak memiliki penulis favorit, aku juga tak pernah membeli sebuah buku. Di Perpustakaan SMA ku, terdapat banyak Novel best seller yang terjejer di atas rak buku. Maka, aku tak perlu membeli buku. Kakak perempuanku juga senang membaca, dan beberapa kali ia membeli buku. Sebab hal itu, aku tak pernah membeli buku. Karena menurutku, membeli buku -seperti Novel- hanya buang-buang uang. Habis dalam sekali baca.
Namun, pada akhirnya untuk pertama kali aku membeli buku. Sebuah buku yang juga untuk pertama kalinya ingin sekali kumiliki, meski nantinya akan habis dibaca satu kali. Tapi aku percaya buku yang satu ini tak akan habis meski sudah terbaca.
Hampir di akhir tahun 2016 Boy Candra menerbitkan satu bukunya lagi "Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi". Aku sempat mengikuti sebuah event di Instagram Boy Candra, hari itu adalah perayaan ulang tahunnya. Jika beruntung, aku dapat memiliki satu buku karangan Boy Candra yang kuinginkan dengan percuma. Namun, sayang aku bukanlah satu dari ratusan pembaca buku Boy yang dipilih. Tapi, semua tak berhenti disitu saja. Beberapa hari setelahnya ada Pre order untuk buku terbaru Boy Candra edisi tanda tangan. Alhamdulillah, dapat juga Buku + Tanda tangan penulis favorit ku. Buku pertama yang benar-benar ingin kumiliki. Sebelumnya ada beberapa buku milik Boy yang ingin kubaca, salah satunya adalah kumcer "Suatu Hari di 2018"  ingin sekali, sebab aku suka menulis cerpen.
Dan Allah memang baik, Ia selalu mendengar doa-doa hambanya yang mau berdoa dan berusaha. Walapun belum dapat membeli buku Boy Candra dengan harga rata-rata 50rb lebih, paling tidak aku dapat membeli ebook dengan harga agak terjangkau. Alhamdulillah, Ria bisa baca buku Boy Candra.
Sebenarnya tak semua yang dituliskan Boy Candra adalah kata-kata galau yang berlebihan. Bagiku banyak juga kata-kata motivasi yang menyadarkan kita bahwa sedih dan galau itu tak perlu. Dan sepanjang tahun 2016 Boy Candra selalu menjadi topik pembicaraanku dengan teman yang juga hobby membaca -meski tidak sama-sama membaca buku  Boy Candra. Beberapa postingan di Instagramku juga banyak yang berisikan kata-kata Boy Candra, salah satunya dari buku kumpulan puisi "Kuajak Kau Kehutan dan Tersesat Berdua". Aku memang suka sekali menulis.

****
Jogja, di awal tahun 2017

Pertemuan nyata yang tak pernah terduga
Hari itu, liburan semester tiga perkuliahan kuputuskan untuk menghabiskan waktu liburan di jogja. Menginap di kost kakak perempuan yang sedang kuliah di sana. Awalnya aku hanya berencana satu minggu saja berada di jogja. Namun, karena akan ada tamu istimewa yang hadir diJogja pada hari ke 23 bulan Januari, rencana kepulanganpun ditunda dulu. Bukan terpaksa ditunda, tapi HARUS ditunda.
Suatu siang saat aku bermain Instagram, postingan Boy Candra pertama kali muncul di Instagram ku. " Talk Show Seperti Hujan di Kotamu" Jogja 23 Januari. Ada rasa senang namun juga sedih. Senang karena kebetulan sekali aku sedang berada di jogja, ini kesempatan langka. Kapan lagi aku bisa bertatap muka dengan penulis favoritku? Namun disisi lain aku juga sedih, tanggal 23itu masih lama. Pastinya aku sudah pulang, sebab aku juga harus pulang karena ada tugas magang di Taman Kanak-Kanak.
Namun, lagi-lagi tuhan begitu baik padaku. Kakak perempuan ku menawari untuk melihat Boy Candra bersama -sebab ia juga tahun aku menyukai tulisan Boy Candra. Akhirnya, rencana pulang KeBojonegoro pun ditunda. HARUS ditunda.

Senin, pada hari ke-23 bulan Januari
Sore itu aku berharap dapat bersahabat dengan hujan. Berharap ia tak turun dan menghalangiku untuk bertemu dengan Boy Candra. Dan hujan memang tak turun. Namun, hingga pukul 14.00 WIB kakak perempuanku dan salah satu temannya belum juga selesai berkecipung dengan bakteri-bakteri untuk penelitian skripsi mereka. Bahkan sampai pukul 14.30WIB. Aku masih menunggu dengan perasaan gelisah. Bagaimana jika nanti aku terlambat? Bagaimana jika nanti Boy Candra sudah datang? Bagaimana kalau-kalau aku akan mendapat posisi yang tidak strategis dan paling belakang, hingga tak dapat melihat Boy Candra dengan jelas? Berbagai pertanyaan negative pun bermunculan di kepalaku. Aish itu sangat mengganggu.
Pada akhirnya sekitar pukul tiga sore kurang seperempat menit kami keluar dari Laboratorium Microbiologi UGM. Duduk disalah satu bangku gedung Akademik sembari memesan ojek online untuk berangkat ke gramedia.
Aku sampai gramedia pukul tiga sore lebih beberapa menit. Dan syukurlah,  Boy belum datang. Ia agak terlambat.
Aku berdiri tepat didepan sekali -meski tidak duduk tapi aku sangat senang. Kakak perempuanku dan satu temannya memutuskan untuk turun Solat Ashar -mereka memang hanya mengantarku dan akupun melihat Boy sendirian.
Berbagai pertanyaan untuk Boy sudah tercatat rapi dalam kepalaku. Tinggal pilih mau bertanya yang mana saja. Tinggal memberanikan diri untuk mengangkat tangan. Namun, apalah daya. Aku masih menjadi Ria yang sama. Ria yang tak pernah percaya diri dengan pertanyaan nya. Ria yang selalu malu untuk bertanya. Aku tak berani mengangkat tangan.
Kemudian aku berfikir kembali. Kesempatan ini aku tak pernah tau kapan akan datang lagi. Maka, kuberanikan diri untuk mengangkat tangan. Meski bukan pada sesi tanya jawab.
Tak pernah kusangka aku akan membaca kutipan kalimat dalam buku "Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi"  didepan Boy Candra.
Maka, sore itu aku begitu bahagia. Dapat bertemu dengan ia yang selama ini hanya kujumpai lewat kata. Berjabat tangan juga berfoto dengan Boy Candra.

Aku percaya, hidup bukanlah sebuah kebetulan-kebetulan belaka. Pertemuanku hari ini dengan Boy Candra memang sudah ditakdirkan. Tinggal bagaimana usahaku membuat takdir itu menjadi nyata.
Dan disore selanjutnya, selama dua hari berturut-turut hujan turun membasahi kota Jogja pada jam yang sama dengan datangnya Boy di hari sebelumnya. Mungkin hujan rindu. Rindu sore hari seperti di tanggal 23 lalu. Sore bersama ia yang senang menulis hal tentang hujan dan senja.

Teruntuk Boy Candra, terimakasih sudah berkunjung ke Jogja pada saat aku berada di sana. Tetaplah menerbitkan Buku, agar aku selalu punya teman saat hujan coba menggodaku.
Terimakasih, karena tiap kata yang kau tulis adalah satu semangat untukku agar dapat belajar menulis lebih giat lagi.


Jogja, 25 Januari pukul 17.11 WIB.
Didalam kamar dengan ditemani suara rintikan hujan.
Salam dari pembaca tulisanmu, semoga Boy selalu sehat.

Monday, January 9, 2017

Untuk Wanita Penyambut Fajar

Ini adalah catatan kesekian kalinya yang kutulis untuk Mae. Namun baru dapat tersampaikan sekarang. Kepada seorang perempuan tangguh yang tak pernah meneteskan air mata didepan anak-anaknya.
Kepada perempuan penyambut fajar, selamat Hari Ibu
Kutuliskan bait demi bait berselimutkan cinta ini untukmu. Kepada Mae sang pemelik punggung yang kuat dan hati yang lembut sebuah hati yang telah menyimpan cinta dan sayang padaku. Juga tentang punggung yang berusaha mencari bekal untukku menuntut ilmu.
Mak,
Maaf bila anak ke-2 mu ini jarang menelfon. Maaf karena ia terlalu sibuk belajar diluar sana hingga lupa mengabarimu. Aku tau kau khawatir dan rindu, maka maafkan lah.
Untuk Mae yang tak lelah mencari nafkah,
Tetaplah sehat. Jangan terlalu lelah, berhentilah bekerja dan istirahat jika kau lelah. Karena aku ingin bersama Mae lebih lama. Seorang ibu yang selalu menyuguhkan makanan berselimutkan cinta di pagi dan di tiap hariku ketika aku dirumah. Pagi hari yang tak pernah kudapati Mae membangunkanku untuk pergi ke sekolah. Karena fajar selalu menculik Mae untuk mencari recehan dipasar. Walau begitu terimakasih telah menyempatkan membuat sarapan untukku sebelum Mae berangkat mencari recehan. Recehan kecil yang telah mengantarkanku ke Universitas. Maaf Mak, jika anak keduamu pernah berkata kurang, maaf bila aku terkadang hanya menelfon ketika butuh uang.
Ibu, dia adalah perempuan tangguh yang telah mengajariku banyak hal. Terimakasih telah mengajariku berteman dengan terik matahari dan kerasnya aspal jalanan.
Mak,
Meski tak pernah terucap kata sayang dari mulutku secara langsung. Meski tak pernah raga ini memelukmu erat dan mengucap selamat hari ibu, namun sayangku padamu sangatlah besar. Bahkan lebih besar dari sayangmu padaku.
Untuk Mae,
Tetaplah sehat walau fajar selalu menculikmu pergi kepasar mencari recehan. Aku tau itu kau lakukan untuk anak-anakmu. Maafkan bila anak keduamu hanya bisa meminta dan belum bisa memberikanmu sesuatu seperti mbk Tika.
Mae, tunggulah, bersabarlah. Akan kuajak engkau memjemput kesuksesan bersamaku. Kesuksesan yang berjembatankan recehan yang kau peroleh dipasar. Dengan usaha dan keyakinan.
Mae, Selamat hari ibu ya. Terimakasih atas kasih sayang yang telah kau berikan selama 19tahun untukku. Terimakasih telah membesarkanku, aku tau itu tak mudah.
Mae, hanya sepucuk surat ini yang dapat kuberikan untukmu di hari ibu ini. Sepucuk surat yang telah kutuangkan cinta pada tiap kata yang tertulis. Semoga mae senang. Ria sekarang suka menulis, doakan agar Ria bisa menjadi penulis dan memilik buku ya mak. Supaya Ria tak hanya jadi guru Tk saja nantinya. Ria sayang Mae.
Terimakasih, karena selalu menyisihkan sesuap nasi terakhir untukku. Walau Mae belum makan.
- Salam cinta dari anak ke-2 mu yang sedang menuntut ilmu dimadura -