Halaman

About

Facebook

Friday, July 29, 2016

Kado Ulang Tahun Untuk Fela


Fela masih termenung diranjang. Mama menghampirinya dengan membawa semangkuk bubur  yang ditaruh diatas nampan lengkap dengan susu hangat dan buah-buahan.
“Fe gak mau makan mah,” tolak Fe saat mamanya menyodorkan sesendok bubur untuknya.
“kamu harus makan Fe, biar gak lemes,” bujuk mamah pada Fe yang mulai membelakangi tubuhnya.
“Fe mau tidur,” Fe menghentikan percakapan kemudian mebalut sekujur  tubuhnya dengan selimut tebal motif bunga-bunga warna tosca pembelian alm. Papanya.
Fe tak pernah seperti ini sebelumnya, senyuman manisnya kini tak terlihat lagi. Yang ada hanya wajah muram tanpa masa depan. Fe sudah tidak kuliah semejak bulan lalu. Yang dilakukan gadis berumur 19tahun ini hanya berbaring  diranjang  tanpa melakukan satu hal apapun. Fe menjadi gadis pemurung. Fe yang periang sudah tak ada lagi sekarang.
Mama meninggalkan kamar, dan menaruh nampan yang berisi makanan diatas meja yang berada disebelah kanan tempat tidur. Meja yang bertaplakan kain rajutannya sendiri saat masih duduk dibangku SMP. Fela adalah gadis yang berbakat, sangat pintar dan selalu menjadi dambaan para teman lelakinya. Gadis berambut panjang lurus ini sangat halus dalam berkata, tak pernah sombong dengan kemampuannya. Dan selalu membantu temannya tanpa pamrih. Semenjak Fe keluar dari sekolah, banyak teman-temannya yang menjenguk kerumah. Namun, tak ada satupun yang ditemui Fe. Termasuk kekasihnya. Yuda. Mereka sudah berpacaran semenjak masuk SMA. Orang tua Yuda telah mengenal Fe dengan baik, begitu pun sebaliknya. Namun hubungan mereka terancam kandas, tinggal menunggu waktu yang tepat saja bagi Fe untuk memutuskan hubungan nya dengan Yuda. Karena Fe tak mau lagi mengenal siapun. Gadis keturunan china ini benar-benar depresi saat ini. Ia hanya ingin bertemu dengan satu orang. Angga. Teman laki-lakinya yang tiba-tiba saja menghilang  tanpa jejak setelah memberikan kejutan dihari ulang tahunnya ke19tahun kemarin.
***
“mahhh,” teriak Fe dari dalam kamar dan dengan perlahan bangun dari tempat tidurnya.
“iya Fe? Ada apa?” mama menghampiri dengan wajah agak kebingungan.
“Fe mau jalan-jalan mah”
“kamu serius fe? Mau mama temenin?”
“gak perlu, Fe bisa sendiri kok. Mama bisa bantu Fela sisir rambut fela kesulitan mah,?”
“iya nak, sini mama sisirkan,” mama tampak bahagia sudah lama Fela tak melihat dunia luar, sekarang sudah saat nya ia bangkit dari keterpurukan.
Fela melewati garasi rumah, ia menatap lekat sepeda roda dua yang dulu selalu menemaninya berangkat ke sekolah. Sepeda dengan warna tosca kesukaannya. Butir-butir air mata mulai jatuh dari pelupuk matanya. Dulu, ia sering dibonceng Yuda dengan sepeda ini, berkeliling sekolah menjelang sore. Dua insan muda yang sedang jatuh cinta begitu bahagia menikmati suasana sore berdua. Terkhir kali Fe bertemu Yuda adalah saat ulang tahun Fe ke-19 tahun. Yuda memberikan seperangkat alat lukis. Fe, begitu senang kala itu. Namun benda pemberian Yuda kini sudah berada di gudang, bertemankan tikus-tikus juga kecoa.
Fe berjalan menyusuri taman, ia ingat betul dulu ia selalu menghabiskan sore ditaman ini. Dengan menaiki sepedanya dan membawa buku gambar dan pensil ia melukis ditaman kota dekat rumahnya. Atau sesekali bermain gitar dan membuat lagu. Fe merindukan hal itu. Perlahan Fe duduk dibangku taman, bangku besi itu terasa dingin. Sepertinya kemarin hujan, gumam Fe dalam hati. Ia sangat menikmati suasana sore ditaman kala itu, begitu sejuk duduk santai dibawah pohon besar yang sengaja ditanam. Rumput taman begitu segar dan berwarna hijau, maklum musim hujan. Batu-batuan terapi masih belum berpindah tempat. Namun ketika Fela sedang menikmati panorama taman tiba-tiba seorang anak kecil menghampirinya dan berkata.
“kak Fela?”ucap anak perempuan dengan rambut panjang dikuncir kuda yang memakai dress warna biru muda, cocok dengan kulitnya yang putih bersih dan menghampirinya. Fela menatap lekat anak itu. Tak asing. “angel?” ucap Fela lirih. Gadis kecil itu berganti menatap Fela, ia tampak bingung. Umur anak itu masih 6 tahun, masih polos.
“Kak Fela kenapa? Kok pakai gituan? Itu apa kak?” tanya angel dengan nada polos dan menunjukkan jarinya kearah fela. Fela terdiam lalu tersenyum simpul. Ini sebuah kado ulang tahun dari teman kakak. Gadis kecil itu semakin kebingungan dengan ucapan fela. Fela coba menjelaskan dengan bahasa anak-anak, dan menjelang magrib tiba akhirnya angel paham dengan perkataannya.
“angel, ayo kakak antar pulang? Udah mau magrib,” bujuknya pada angel.
“iya kak,” angel menggandeng tangan Fela. Tampak berbeda dari biasanya. Namun mereka tetap berjalan. Selepas mengantarkan angel Fela memutuskan untuk sholat di masjid.
***
Angin malam begitu menusuk, fela membenarkan mantel dan berjalan menuju kafe dekat masjid tadi. Klingggggg ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dari mamanya, Fela sudah lama tak keluar sendirian, maklum jika mamanya khawatir dengannya. Fela agak kesulitan mengetik sebuah pesan, akhirnya ia menyuruh pegawai dikedai untuk menulis pesannya pada mama.
“terimakasih,” ucap Fela pada pegawai kedai dan mengambil kopi pesanannya kemudian mencari tempat duduk. Pegawai itu tersenyum haru melihat fela, yang memegang kopi dengan agak kesulitan.
Lampu jalan tampak begitu indah dimalam hari, mata gadis itu kini mulai berbinar, berkaca-kaca kemudian menangis sesegukan. Sesekali ia menyeguk kopi hangat yang dipesannya tadi sembari melihat sekeliling kedai. Tak ada yang berubah dikedai ini, masih sama seperti saat terakhir kali ia kemari bersama dengan Angga, sahabat laki-lakinya. Tiba-tiba saja pandangan Fela terhenti pada satu orang yang sedang memesan kopi. Angga? Gumam fela dalam hati kemudian menghampiri lelaki itu perlahan. Dan berkata,
“Angga?” laki-laki didepannya menoleh seketika. Fela tersentak, ini seperti mustahil. Tak pernah ia duga akan bertemu  Angga disini. Namun, lelaki yang dipanggil Angga itu mengelak. Ia tak mengaku bahwa pernah mengenal Fela. Laki-laki itu dengan sekejap lari dari kafe dan meninggalkan pesanannya. Fela coba mengejar, tapi apa daya ia hanyalah seorang gadis. Dan dengan perasaan berkecamuk ia kembali ke dalam kafe. Fela menangis, tak peduli dengan orang-orang disekitarnya.
Pertemuannya dengan Angga tadi mengingatkannya dengan kejadian beberapa bulan lalu saat ulang tahunnya ke-19. Angga adalah sahabat Fela, bahkan Anggalah yang mengenalkan Fela dengan Yuda, kekasihnya sekarang. Angga sudah seperti saudara bagi Fela, namun ia tak pernah menduga Angga akan melakukan hal itu pada fela. Bercandaan Angga benar-benar keterlaluan kali ini.
Pagi diumur ke-19 tahun Fela pikir akan berjalan indah, mendapat kejutan dari teman dekatnya yang tak akan terlupakan. Ya, Angga selalu memberikan kejutan diulang tahun Fela, kejutan yang berbeda pula tiap tahunnya. dan memang kejutan kali ini memang benar-benar berbeda tak akan bisa dilupakan fela seumur hidup.
Pagi itu Angga kerumah Fela dan mengajak Fela pergi ke suatu tempat, tempat yang begitu sepi. Dan dengan sigap Angga menali kencang-kencang pergelangan tangan Fela di pohon. Begitu erat hingga Fela sulit melepasnya. Angga menyiram Fela dengan Tepung terigu dan telur, setelah puas Angga meninggalkan Fela disana sendirian, ditempat yang jauh dan sepi. Fela tau Angga hanya bercanda saat itu, dan maksudnya juga tidak jahat. Karena Angga memang ingin memberi kejutan untuk Fela di ulang tahunnya yang ke-19. Angga mengira tali nya tak begitu kencang dan Fela akan mudah melepasnya, namun ternyata tidak. Ikatan itu begitu kencang, hingga aliran darah Fela tak lancar. Sampai sore tiba Fela tak bisa melepas ikatan itu, hingga tangannya mulai membiru, bahkan berubah menjadi ungu kecoklatan. Fela lemas, ia hampir pingsan, namun sebelum pingsan ia melihat seorang laki-laki datang. Wajahnya tak begitu jelas. ketika Fela terbangun ia sudah berada dirumah sakit dengan kedua tangannya yang sudah diamputasi karena sudah benar-benar membiru.
Melihat kedua tangannya diamputasi Fela sangat tekejut. Ia menangis tersedu-sedu. bagaima tidak, Fela adalah seorang Pianis, ia banyak mendapat kejuaraan. Fela juga seorang pelukis, lukisannya sudah banyak yang dipamerkan. Merajut adalah hobinya. Ia juga senang bersepeda. Dan sekarang ia tak bisa melakukan semua itu. Hidupnya terasa benar-benar hancur. Sampai suatu ketika seseorang mengirimkan tangan palsu untuknya. Ada sebuah titik cerah, namun fela masih tak begitu bahagia.
Semenjak kejadian itu Angga tak pernah muncul dalam hidupnya. Berkunjung dirumahpun tidak sama sekali. Fela sempat membencinya, namun setelah hari ini ia melihat wajah Angga yang tampak ketakutan dan tampak sangat bersalah dengan semua yang telah ia perbuat. Fela tak lagi merisaukan hal ini. Lagi pula ia sudah memiliki tangan palsu yang dikirkan seorang malaikat untuknya. Malaikat yang sangat baik padanya.
***
Fela menunduk lesu dibangku kafe. Tiba-tiba seorang memegang pundaknya dari belakang. “Angga”. Ucap fela lirih. Wajah pemuda itu terlihat sangat bersalah, dengan mata yang sembab dan memerah.

----Terimaksih----

Menanti Harapan



“Huaaaaaaaa huaaaaaaaa mami aku pengen martabak, mami aku pengen martabakkkk huaaaaaaaaa” rengek adik keponakan ku pada ibunya. Lagi-lagi pengen martabak. Pasti nanti gue yang  disuruh beli. Mana kagak ada motor lagi. Keluh gue dalam hati.
“bachtiar, kamu gak ada kerjaan kan? Tolong  mbak ya, beli in martabak. Ini uangnya, soalnya mbak lagi masak gakmungkin ditinggal. Lagi pula mbak masak juga buat kamu kan”
“duh mbak kagak ada motor, gue mau naek ape mbak”
“jalan aja gak apa-apa, kan deket, sekalian jalan-jalan sore juga” pinta mbak Dila  sembari menyodorkan selembar uang lima puluh ribu. Gue Cuma mengangguk, yahh mau gimana lagi.
***
Gue langsung otw, melewati jalan setapak yang dulu sering gue lewati sama kawan terbaik gue. Gue sering ngabisin waktu sama dia. Nongkrong, main PS, atau main futsal sama-sama. Berbagi tawa, berbagi keceriaan, juga berbagi cerita. Tiap menit, tiap detik, kita selalu main bersama. Tak ada pacar, jadi tak ada yang mengekang. Ya, maklum lah masih SMP. Belum boleh pacaran.
“yar” ya, tiga huruf belakang dari nama panggilan gue “Bachtiar”. Adalah kawan pertama yang manggil gue dengan panggilan itu. Kawan yang pertama mau bermain sama gue. Kawan pertama yang manggiil gue dengan panggilan “yar” dan mungkin satu-satunya, karena teman lain sering memanggil dengan panggilan “kento”. Ya, kento atau bisa diartikan Waloh dalam bahasa jawa, atau jika dalam bahasa indonesia diartikan Labu. Dia adalah Arik, kawan pertama dan mungkin juga kawan terbaik satu-satunya saat  sekolah dulu. Kami sangat dekat, begitu dekat, bahkan sangat dekat. Kami juga sering adu gulat bersama dirumah. Dan tentunya gue yang menang, karena badan Arik lebih kecil dari badan gue. Namun, mungkin jika sekarang ditantang adu gulat dengannya lagi, sepertinya gue yang kalah karena gue kurusan sekarang. Bahkan bisa dikatakan krempeng, kurus kering.
“pyar” gue berhenti. seperti terdengar suara benda jatuh, gue melihat kebawah. Mencari-cari asal suara. shock. Ternyata ponsel gue yang jatuh. Kurogoh saku jaket. “Bolong”.  Plakk... gue tabok  jidat sendiri. Duh, kenapa selalu ceroboh begini? gue bahkan lupa kalau saku jaket gue bolong. Tiar.. tiar... gumamku sendiri dalam hati. Lupakan saku yang bolong. gue menatap layar ponsel, syukurlah masih menyala.
“klinggg” pesan masuk. Segera kuarahkan jempol menyentuh gambar amplop di layar ponsel touch screen yang baru gue beli bulan lalu dengan gaji gue sebagai Operator Produksi disalah satu pabrik. Dari nomor baru rupanya. Tak begitu panjang pesannya. Gue mulai membaca, dan ketika sampai diujung pesan mataku terbelalak “dari arik” ha? Sudah lama kami tak saling mengirim pesan, dan sekarang tiba-tiba ia mengirim sebuah pesan ke gue. mengapa bisa kebetulan begini, tadi baru saja dibicarakan dalam hati. Sekarang ia malah mengirim sebuah pesan.
Tiba-tiba pikiranku melayang, menerawang jauh persahabatan gue dengan arik dulu.persahabatan yang terjalin begitu baik. Persabatan yang gue fikir akan langgeng sampai kami memiliki pekerjaan, pasangan, bahkan sampai kami menjadi kakek-kakek yang tua dan renta. Namun, karena kesalahan gue persahabatan kami rusak. Jadi teringat pas gue masih SMP dulu.
***
Maret 2007
Gue masih bersantai, duduk manis dibangku belakang ruang kelas sembari membaca komik. Ya, hal itu memnag sering gue lakukan ketika jam istirahat, disaat anak laki-laki lain bermain bola dilapangan atau menggoda teman-teman perempuannya gue malah asik baca komik. Disaat anak laki-laki lain menghabiskan jam istirahat di kantin gue malah menghabiskan waktu dikelas. Ya, gue ini jarang kekantin. Bahkan bisa dikatakan sangat jarang. Gue gak suka kantin yang ramai. Berisik ditelinga. Berdesak-desakan dengan anak lain untuk membeli makanan. Bahkan jika anak laki-laki lain sangat senang akan hal itu karenamen dapat kesempatan emas berdekatan dengan anak-anak perempuan gua malah kagak suka, gak suka sama sekali. Dan untunglah gue punya teman yang baik dan pengertian. Siapa lagi kalau bukan Arik sahabat gue satu-satunya. Arik selalu beliin makanan ringan pas dia pergi kekantin. Namun, kadang gue gantian beliin dia, masak iya dia terus yang beliin gue. Ya keles meski pun kita sangat dekat, tapi tetep harus ada sungkan dong masalah gituan. Tapi saat kantin sudah agak sepi pembeli pastinya.
“yar, ni aku udah dapet snacknya.” Arik melempar makanannya kearahku. Sembari menghampiri. Hab dengan lihai gue tangkap se-kresek snack yang sudah dibelikan Arik. “Thanks brohh” kataku padanya lalu membuka kresek yang berisi bermacam snack favorit gue. “matap broh, yuk makan” ajak gue ke arik.
“meonggggggg” lamunan gue buyar. Dan ternyata dari tadi gue berdiri di tengan jalan. Untung aja bukan ditengah jalan raya, kalo iya bisa ditabrak gue. Mati dong, wah parah. Gue lanjut jalan, sampai dijalan raya gue berhenti, menunggu rambu lalu lintas berubah warna jadi merah berapi-api. Tapi gue gak ikut berapi-api kok. Jadi inget Arik lagi, dulu gue hampir ketabrak truk pas mau nyabrang. Tapi untunglah ada Arik yang dengan sigap narik tangan gue. Dan gue gak jadi nyabrang dan gak jadi dapet tiket kealam kematian. Ya, gue huntang nyawa sama Arik.
Rambu lalu lintas sudah merah, gue segera menyabrang jalan raya.
Dukkkkkkk!
“kampretttt siapa ni yang maen bola gak tau aturan? Gak tau aturan ape ni bocah? Kagak pernah nonton bola apa yakkkk?” omelku pas sampai disebrang jalan.
“waduh, maap bang maap kite orang gak sengaja. Maap bang jangan laporin ke mak kita” kata salah satu anak padaku.
“waduh, siapa juga yang mau ngelaporin ke makk lu? Lu pikir gue siape lu? Kenal sama mak lu aja kagak. Dasar bocah. Udah sana maen bola yang bener. Ati-ati” kataku sembari meninggalkan sekerumunan bocah-bocah tadi. Bayang-bayang sahabat gue Arik pun muncul lagi. Ini yang paling membekas dalam hidup gue. Bahkan seumur hidup gue. Rasanya pengen gue pukul diri gue sendiri sampai babak belur waktu itu.
***
April 2012
Saat ini mungkin terakhir kali gue maen sama Arik. Terakhir kali gue ketemu sama Arik. Terakhir kali Arik ngangge gue sebagai sahabatnya. Gue tau yang gue lakuin ketika itu keterlaluan, bercanda gue keterlaluan. Semenjak hari ini gue gak lihat lagi senyuman manis Arik, senyuman yang bisa bikin cewek pada klepek-klepek sama dia. Pas gue kerumahnya dia bahkan gak mau natap gue, gakmau bicara semenitpun sama gue. Wajahnya penuh kebencian. Semuanya gara-gara gue. Coba saat itu gue gak main-main, gak bakal seperti ini akhirnya. Semuanya berawal pas gue lagi main futsal dilapangan SMA sama Arik. Tendang-tendangan bola. Dan gak sengaja bolague kena mata Arik, keras banget, gue gak sengaja. Bener-bener gak sengaja. Gue gak tau kalau bakal sefatal ini jadinya. Arik buta warna gara-gara kena senteran bola dari gue. Dia gagal daftar polisi gara-gara gue. Cita-citanya sedari SMP. Cita-cita yang sangat ia idam-idamkan. Dan kandas gara-gara gue.
Arik salah temanan sama gue. Gara-gara gue, dia gak bisa mewujudkan cita-citanya. Dan yang paling menbuat gue merasa bersalah seumur hidup adalah, gue gak pernah bilang maaf sama Arik. Gue payah, penakut, gak jentel. Gue gak berni minta maaf sama arik. Setelah mendengar Arik buta warna gue shock, sampai sejauh itu akibat dari senteran bola gue.
***
Lulus SMA gue gak lanjut kuliah, gue kerja dipabrik. Gak adil banget kalau gue kuliah. Tapi Arik gak bisa ngelanjutin cita-citanya. Hari ini, setelah empat tahun tanpa kabar, tiba-tiba Arik mengirim sebuah pesan kegue. Dalam pesannya dia bilang pengen ketemu gue dikedai kopi tempat kita sering nongkrong bareng dulu. Pukul 19.00 WIB. Empat tahun tak bertemu dan tak saling memberi kabar,karena setelah kejadian itu gue menghindar dari Arik, gue gak sanggup. Gue putuskan ganti nomor. dan tak pernah gue duga arik punya nomor gue yang baru. Jujur gue pengen ketemu Arik dan bilang maaf sama dia. Kata-kata yang dari dulu sulit gue muntahkan dari dalam mulut.
Arik gimana kabar dia sekarang? Empat tahun tak bertemu, melanjutkan dimana dia? Kuliahkah? Atau kerja? Gue lihat jam tangan yang dibelikan pacar gue 3bulan lalu. Sudah hampir magrib. Gue percepat langkah kaki gue. Segera gue pesen martabak buat ponakan gue yang lagi nangis dirumah. Agar gue bisa cepet-cepet ketemu kawan lama gue, dan bilang “maaf” ke dia. Satu Kata yang penuh harapan buat gue. Harapan agar persahabatan gue sama Arik dulu, bisa terjalin indah lagi.


*cerpen ini ter inspirasi dari kisah salah seorang teman. Tidak 100% sama persis, hanya beberapa. Ditulis kira-kira saat saya akan naik kelas 3 SMA

Sunday, July 17, 2016

Tunggu Aku Kembali

*cerpen karangan kelas 2 SMA


Aku masih termenung sendiri, di ruang yang tiada bunyi. Hari masih pagi, namun aku telah sampai di sekolah. Ya, ini adalah kebiasanku. Berangkat pagi. Berangkat pagi memang kegemaranku. Aku senang, karena sekolah masih sepi dan aku bisa tenang disini. Tanpa banyak suara. Tanpa banyak gangguan. Dan tanpa banyak tekanan. Aku, adalah pribadi yang tak banyak bicara. Ya, mungkin karena aku tak banyak bicara, aku tak memiliki banyak teman. Bahkan dengan teman satu bangkuku pun aku jarang mengobrol. Aku juga tak memiliki nomor ponselnya. Mungkin anak satu kelas tak ada yang memiliki nomor ponselku. Apakah duniaku hampa? Tidak. Tapi banyak orang berfikir bahwa duniaku ini hampa. Namun pada kenyataannya tak seperti itu. Aku senang membaca buku. Aku selalu ke perpustakaan setiap jam istirahat. Aku tak pernah ke kantin. Karena di kantin sangatlah ramai. Aku sangat tak menyukai itu. Perpustakaan lebih menyenangkan. Ketenangannya membuatku nyaman. Dan buku yang kubaca membuat duniaku tak lagi hampa.
Putry Adinda. Ya, itulah namaku. Aku adalah seorang gadis berambut panjang. Tapi, aku lebih suka mengikat rambutku ini. Ya. mengikatnya erat-erat dengan kuncir warna biruku. Berkulit putih, dan aku juga lumayan tinggi. Tapi aku selalu menolak ketika di pilih untuk menjadi anggota paskibraka. Bukan karena aku takut kulitku menjadi hitam, namun aku tak menyukainya. Enatah mengapa aku pun tak tau.
Tak ku sangka, jam dinding telah menunjukan pukul setengah tujuh. Namun anak-anak belum ada yang datang. “Kreek” tiba-tiba pintu ruang kelas itu bergeser. “Putra”, gumamku dalam hati. Dia sudah datang tenyata. Ini tak seperti biasa. Dia hampir selalu datang terlambat setiap hari.
“wohh, put kau sudah datang rupanya. Apa kau datang pagi setiap harinya?”
“Hemm... ya”jawabku singkat
“oh, begitu ya,  apa teman-teman belum ada yang datang?” dia mencoba basa-basi
“seperti yang kau lihat”
“oh, begitu rupanya? Baiklah”
Aku selalu menjawab pertanyaan yang orang lontarkan padaku dengan singkat. Sekali lagi aku bukanlah pribadi yang banyak bicara. Aku hanya berbicara saat ada hal penting saja. Seperti presentasi tugas sekolah. Itu penyebabnya aku jarang memiliki teman.
Satu per satu murid sekelasku mulai berdatangan. Dan pelajaran pun dimulai. Kali ini pelajaran bhs.inggris. aku senang dengan pelajaran ini. Karena aku ingin sekali pergi ke luar negeri, meninggalkan rumah paman dan bibiku. Aku adalah anak yatim piatu. Aku telah ditinggalkan ayah dan ibuku semenjak lulus SD. Kemudian aku dirawat oleh paman dan istrinya, mereka berdua baik kepadaku. Mungkin karena mereka tidak memiliki seorang anak. Aku dianggap seperti anaknya sendiri, semua yang aku inginkan selalu mereka turuti. Namun aku tidaklah bahagia karena hal itu. Keluarga mereka tidak begitu harmonis. Paman dan bibi selalu bertengkar setiap hari. Itu membuatku tertekan. Setiap aku ingin memberi solusi, mereka selalu menyuruhku untuk diam. Oleh karena itu, sejak SMP sampai sekarang aku tak banyak bicara. Karna aku takut apa yang kukatakan itu salah.
“putry!!!” tiba-tiba aku mendengar suara.
“putry” suara itu terdengar lagi. Itu suara Mss. Jully.
“yes mis?” aku menjawabnya dengan suara lirih.
“apa yang sedang kau lamunkan ha?”
“tidak, tidak ada”
“keluar!!”
“apa?”
“dari pada kamu tidak fokus dengan materi yang saya berikan, lebih baik kamu keluar” miss. Jully menunjuk ke arah luar
“yes miss” ini adalah hal yang sudah biasa, dikeluarkan dari kelas karena sering melamun. Namun biarpun begitu, aku tetap menyukai pelajaran bhs.inggris.
“hay put” tiba-tiba putra keluar dari kelas.
“apa yang kau lakukan di sini?” tanyaku penasaran
“seperti yang kau lihat, aku saat ini sedang di hukum, sama sepertimu.” Dia tersenyum padaku. Aku tak lagi menjawabnya. Aku hanya diam.
***
Teng... teng... tepat pukul 2 bel sekolah berbunyi.
“put, putry, tunggu” tiba-tiba seseorang memanggilku dari belakang. Aku spontan menoleh. “Putra” gumamku. Kenapa akhir-akhir ini dia selalu mengikutiku? Ini membuatku tak nyaman.
“ada apa?” tanyaku pelan
“bolehkah aku.....”
“apa? Boleh apa? Cepatlah berbicara, aku ingin segara pulang.
“em... meminjam buku sejarahmu. Ya buku sejarah. Karena catatan ku masih kurang”
“ou, ini” aku mengulurkan buku sejarah milikku ke tangannya.
“ok terima kasih. Emm.. put bo..”  belum selesai dia berbicara aku telah meninggalkannya. Karena aku tau dia ingin mengatakan apa. Dia ingin mengantarku pulang. Hampir setiap hari dia mengatakan itu, namun selalu aku menolaknya.
***
Aku melirik jam tangan kecil warna biruku. Jarum jam itu telah menujukkan pukul 15.05 WIB. Tapi, aku tak kunjung mendapatkan bus. Kaki kecilku telah merengek ingin istirahat. Sudah 1 jam lebih aku menunggu angkutan umum. Namun tiba-tiba mataku terpacu kepada satu titik di kejauhan sana. Aku melihat seorang pria. Aku seperti mengenalnya. Namun wajahnya tak begitu jelas karna tertutup oleh helm putih di kepalanya.
“ hay put, kau masih disini rupanya. Mau kuantarkan pulang?” tiba-tiba pria itu mengajakku untuk pulang dengannya.
“maaf kau ini siapa? Aku bahkan tak mengenalmu” jawabku sinis
“apa? Kau tak mengenalku? Aku putra. Teman satu kelasmu.” Tangannya memegang helm di kepalanya dan membukanya. Aku hanya bisa terdiam tak dapat berkata apa-apa. Aku malu. Sangat malu. spontan aku menundukkan kepalaku.
“tak apa. Kau tak usah malu. Aku tau aku tampak lebih keren saat mengendarai motor, itu sebabnya kau tak mengenaliku”
“Aku tak malu? Sama sekali tidak. Em.. tapi aku bisa pulang naik bus, aku yakin bus akan segera datang.” Tiba-tiba dari arah yang sama bus yang kutunggu datang. Tanpa pikir panjang, langsung kuarahkan kakiku menginjak pancatan bis itu. Kutinggalkan putra di sana. Di depan sekolah.
“Assalamualaikum.. bibi aku pulang” aku membuka pintu rumah dan melepas sepatu hitam ku.
“putry, kau sudah pulang rupanya. Ini bibi masakan lumpia kesukaanmu”
“terima kasih bi, aku akan memakannya ketika selesai ganti baju nanti” aku segera masuk ke kamarku. Kulihat ponselku. Ada satu pesan yang masuk. Aku mulai membukanya. Nomornya tak ku kenali. Siapa ini?
“hai putry, aku harap kau sampai rumah dengan Selamat”
Aku tak menghiraukan pesan itu, aku meletakkan poselku ke tempat tidurku. Dan aku segera makan. Rupanya waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam. Aku segera masuk kamar dan belajar. Dredd.... Dredd.... tiba-tiba ponselku bergetar. Aku segera membukanya. Pesan dari nomor itu lagi?
“belajarlah ya, fighting” siapa ini? Gumamku. Aku tak membalasnya.
***
Kring... kring...
Jam wekerku telah berbunyi, jarum kecil itu menunjukkan pukul setengah 5 pagi, aku segera mengambil air wudhu dan sholat subuh. Pukul 6 aku berangkat. Kakiku melangkah menuju kelas. Kelas XII IPS 2. Pagi ini pelajaran geografi. Hari ini pr geografi banyak sekali. Tapi aku sudah menyelesaikannya semalam. Jadi aku bisa santai pagi ini. Aku mulai memegang gagang pintu kelasku. Kudorong pintu itu perlahan-lahan.
“duarrrr”.
“huaaaaaa” aku meloncat dan berteriak.
“apa kau terkejut?” putra? Dia sudah datang? Gumamku.
“apa yang kau lakukan? Kau membuatku terkejut”.
“maaafkan aku. Emm.. aku hanya mau mengembalikan ini” dia menjulurkan buku sejarah yang dia pinjam kemarin.
“oh, ya”.
“bolehkah aku duduk di sampingmu? Untuk hari ini saja. Plisss” apa yang dia pikirkan saat ini? Sikap nya begitu aneh. Namun apa boleh buat. Tampangnya begitu memelas. Aku tak tega menolaknya.
“baiklah”.
Pelajaran telah dimulai. Namun putra tak berhenti berkecap. Dia selalu mengajakku berbicara. Tapi aku tak meresponnya. Namun, tetap saja aku dihukum karenanya. Aku harus keluar kelas.
“apa kau sudah puas sekarang? Sekarang kita berdua dihukum.” Sentakku.
“maafkan aku, aku hanya sangat gembira, karena aku bisa bersamamu saat ini. Oh ya, kenapa kau tak membalas pesan dariku?”.
“kau tidak memberi nama, jadi tak ku balas”.
“apakah jika aku memberi nama, kau akan membalasnya?”.
“jika itu tidak penting, aku tak akan membalasnya”.
“ouh.. sudah kuduga. Emm.. put bolehkah aku mengantarkan mu pulang? Kali ini saja. Kumohon. Pliiss.” Aku terdiam. Kata itu lagi yang dia lontarkan padaku. Aku tak kuasa menolaknya. Akhirnya aku menerima ajakannya.
  Teng... teng...
Bel pulang telah berbunyi. Hari ini putra mengantarkanku pulang untuk pertama kalinya. Namun, ketika di perjalanan, dia melewati rumahku.
“hey, stop, itu yang tadi kau lewati rumahku. Stop!” aku menepuk pundaknya.
“hem.. ya i know. Tapi hari ini aku ingin mengajakmu jalan-jalan dulu ya. Ok”.
“apa? Kenapa kau tak mengatakan padaku tadi?”
“tapi, yang penting kan aku sekarang bilang”
“Ish”
Ayo turun, kita sudah sampai. Mataku tak bisa berkedip. Ini, ini adalah tempat yang ingin aku datangi. Aquarium. Aku sudah lama ingin melihat ini. Tapi aku tak punya uang. Karena untuk masuk, biayanya cukup mahal. “ayo” putra menggandeng tanganku. Dan menarikku kedalam.
“kenapa kau bawa aku kesini? Kau tau kan untuk masuk kesini cukup mahal? Aku tak mau, aku keluar saja.”
“tunggu, apa kau tak menghargaiku? Aku ingin sekali mengajakmu kemari. Aku tau, kau juga ingin kesini kan? Ayolah, kumohon. Ya..?”
“aish,, tap...”
“sudahlah ayo” 2 jam aku dan putra berada di sana, aku senang, sangat senang. Aku tak pernah menyangka, datang kemari dengan dirinya. Pukul 5 sore aku pulang. Putra mengantarkankanku sampai rumah.
“terimakasih, karna kau mau menerima ajakanku. Apa kau senang?”
“em.. ya, aku senang, sangat senang. Terimakasih, sampai jumpa besok”

Kring... kring...
Perlahan kubuka mata yang penuh dengan kotoran ini. Aku melirik jam wekerku. Jarum pendek itu menunjuk ke angka 7 sementara jarum panjang panjang menunjuk di angka 10. “kyaaaaa” keheningan rumah. Tin... tin... tiba-tiba aku mendengar bunyi klakson dari depan rumah. Aku segera menengoknya. “Putra” gumamku.
“hy Put, apa kau baru bangun?”
“oh, itu? Emm.. iya”
“ya sudah kalau begeti cepat mandi, kenapa masih di depan pintu? Kita bisa telat?”
“oh iya” aku segera berlari
***
Kukuruyukk...
Aku membuka mataku perlahan, aku melirik jam weker di sebelahku.
Hari ini nilai ujian nasional diumumkan. Aku berdoa semoga nilaiku baik dan aku dapat diterima di salah satu universitas di Kanada. Dan ternyata aku diterima. Aku mendapat beasiswa. Terima kasih Ya Allah. Kau telah mengabulkan doaku selama ini. Terima kasih.
Dredd... Dredd...
Tiba ponselku bergetar. Ada satu pesan. Dari putra.
“put. Bisakah kita bertemu di taman sekolah sekarang? Aku menunggumu” aku segera berlari menemui putra. Kulihat dia telah berdiri sendiri disana.
“putra?”aku memanggilnya lirih. Perlahan dia membalikkan badan.
“kau sudah datang? Selamat ya. Kau akan pergi ke kanada. Aku turut bahagia. Sekali lagi selamat atas keberhasilanmu”
“putra?”.
“ya”.
“itu sajakah yang kau sampaikan? Tak ada lagi?”.
“ya, itu saja” dia pergi. Ya pergi dari hadapanku. Hanya itu sajakah yang dia sampaikan? Kau? Aku kira kau ingin megatakan bahwa kau mencintaiku? Tapi? Aku salah? Kenapa kau seakan-akan memberiku harapan selama ini? Perlahan mataku mulai basah. Butir-butir air mata ini mulai berjatuhan. Dalam hati aku berteriak “aku mencintai mu”. Sangat mencintaimu. Apakah kau tak mencintaiku? Lalu kenapa kau selama ini mendekatiku? Kau bilang kau bahagia saat bersama denganku? Tapi? Kenapa kau? Pertanyaan-pertanyaan itu menghantui pikiranku. Perlahan aku menggerakkan kakiku untuk pergi dari taman. Berat bagiku. Meninggalkan kenangan-kenangan itu. Taukah kau. Kau adalah cinta pertamaku. Aku tak pernah merasakan ini sebelumnya. Karena kau aku merasakan kebahagiaan jatuh cinta. Tapi karena kau pula aku merasakan sakitnya patah hati. Kenapa??
***
Hari ini, aku pergi ke Kanada. Meninggalkan paman dan bibiku. Ayah, ibu, aku pergi, pergi ke Kanada. Tempat yang ingin aku datangi sejak dulu. Terima kasih Ya Allah.
Dredd... dredd...
Tiba-tiba ponselku bergetar. Ada satu pesan. Aku membacanya sebelum masuk ke pesawat.
“untuk putry, selamat atas keberhasilanmu. Aku harap kau serius dengan studymu disana. Sekali lagi aku turut bahagia. Putry maafkan aku, yang tak memiliki nyali untuk berbicara langsung di hadapanmu saat itu. aku hanya ingin mengatakan. Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Maafkan aku baru mengatakannya sekarang. Karena aku takut. Aku takut. Ya aku memang pria yang payah. Maafkan aku. Semoga kau memaafkanku.
Apakah kau tau? Saat ini aku telah di terima di universitas. Terima kasih, ini semua berkatmu. Kau yang mengajariku. Tanpamu mungkin aku saat ini hanyalah seorang pengangguran.
Putry Aku akan selalu menunggumu kembali ke Indonesia, aku ingin mengungkapkan perasaanku ini secara langsung. Dihadapanmu.
Terima kasih kau telah mengajariku ekonomi, karena kau, aku dapat mengihitung besarnya cintaku padamu. kau juga mengajariku geografi, dan kini aku tau diman letak geografis cintaku. Yaitu Kanada-Indonesia.. aku menunggumu disini.”
Putra

Perlahan airmata ku mulai jatuh. Jatuh membasahi surat pemberian putra. Kenapa? Kenapa kau tak mengatakan ini sejak dulu? Apakah kau tau ? Aku menunggu kata-kata ini. Tunggu aku. Tunggu aku kembali. 

Dimanakah Takdir Itu

*cerpen karangan kelas 2 SMA


 Mentari mulai menyinari bumi, aku terbangun. Mataku masih tertutup oleh belek. kulihat kursi yang berada di taman rumah, kursi yang senantiasa kududuki bersama Yanuar kekasihku dulu di SMA. Tapi sekarang aku sudah mulai melupakannya. Kami memutuskan untuk berpisah, karena menurut Yanuar aku terlalu egois, aku tak pernah memikirkan perasaan orang lain. Aku sangat membencinya, kenapa dia tak dapat mengerti aku, aku memang seperti itu. Beberapa bulan setelah aku berpisah dengannya, Yanuar telah menemukan penggantiku. Ya . dia adalah Elly. Gadis yang satu angkatan denganku dan Yanuar. Dia adalah gadis IPA. Dari gosip yang aku dengar, dia adalah gadis yang lemah lembut, dan berprestasi di kelasnya. Orang tuanya kaya, dan ia tak sombong. Tapi, aku tak percaya dengan semua itu. Bisa jadi, selama ini dia hanya berakting. Siapa yang tau? Terkadang aku bingung dengan  Yanuar apa kurangnya aku? Akujuga berprestasi di kelas IPS1?
***
Suara kokok ayam membuatku terjaga dari lamunan.
 “Apaaaaa!!!! Sudah jam setengah tujuh?!” kataku dengan nada keras.
Aku segera beranjak dari tempat tidur, tempat tidur dengan kasur yang sangat empuk, sehingga membuatku kesiangan, karena tidur di kasur empuk itu sangat nyaman. Aku baru saja membelinya dengan gaji pertamaku. Baru satu bulan aku bekerja. Aku belum pernah terlambat bekerja sebelumnya. Bagaimana ini? Bagaimana kalau aku di merahi dan di pecat? Ah... tidak, tidak, mana mungkin aku akan di pecat? Aku baru terlambat satu kali saja?! Aku segera berangkat. Aku tidak mau terlambat lebih lama lagi.
Betapa terkejutnya aku ketika sampai dan melihat tempat kerjaku sudah hangus di lahap si jago merah.
“ Ada apa ini? apa yang terjadi un?” aku segera menghampiri temanku undur.
“ kantor kita terbakar jam enam pagi tadi, walaupun tidak semuanya terbakar, namun perusahaan kita rugi besar”  jelas undur  “ mungkin sebagian dari kita akan di PHK” lanjutnya.
***
Hari masih berlanjut. Aku harus kembali bekerja hari ini. Meskipun aku tidak tau apa yang akan terjadi padaku, tapi aku tetap masuk kerja. Aku segera mengambil tas warna biru mudaku. Itu adalah tas kesayanganku. Aku membeli itu bersama mama dan papa di korea, saat masih duduk di bangku SMA. Tapi, sekarang aku tak dapat lagi membeli barang bersama dengan mama dan papa. Mereka berdua sudah meninggal. Itu karna kesalahanku. Aku menyuruh mereka segera pulang dari hongkong. Agar mama dan papa dapat melihat wisudaku. Tapi sesuatu yang buruk terjadipada mereka. Pesawat yang mereka naiki jatuh.
Aku segera berangkat. Di kantor aku mendapati  barang-barangku yang sudah di kemas oleh teman-temanku.
“apa yang terjadi? Kenapa barang-barangku di taruh di kardus?” tanyaku pada rekan kerjaku.
“sa.... kau telah di PHK “ jawab salah satu rekan kerjaku.
“apa? Aku? Dipecat?! Apa kau sedang bercanda ha? Aku tidak sedang ulang tahun hari ini”
“kami tidak bercanda sa, kau benar-benar telah dipecat”
“ kenapa harus aku? Aku tidak pernah berbuat salah sebelumnya. Kerjaku juga cukup bagus???”
“ perusahaan sudah bangkrut jadi terpaksa kau di pecat, takutnya perusahaaan tidak dapat menggajimu sa” lanjutnya. Aku hanya bisa terdiam sejenak. Aku masih tak percaya. Bagaimana bisa? Aku? Di pecat? Aku segera menyalakan motorku. Aku tidak ingin berlama-lama di sana. Aku harus segera mencari pekerjaan baru. Tapi apa? Apa yang bisa kulakukan? Mencari pekerjaan lagi sangatlah sulit. Yang ada di pikiranku sekarang ini adalah tidak melakukan apa-apa. Ya hanya itu yang bisa kulakukan saat ini. Tapi aku tak boleh menyerah begitu saja. Aku akan memikirkan ini dirumah . siapa tau aku akan mendapat insipirasi di sana.
***
Tak ada inspirasi. Apakah aku akan menjadi seorang yang pengangguran? Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Tiba-tiba aku terfikir sesuatu. Aku mempunyai banyak barang yang aku beli saat kuliah dulu. bagaimana kalau itu ku jual? Barang juga masih bagus. Pasti akan banyak anak muda yang mau membelinya.
***
Burung sudah mulai berkicauan. Langit biru menyambut pagiku hari ini. Aku segera mengemas-ngemasi barang yang akan ku jual hari ini. Semoga saja berhasil. Hari ini aku putuskan untuk berjualan di pinggir-pinggir jalan. Tapi tak seperti yang ku harapkan. Tak ada yang membeli satupun barang yang ku jual. Aku memutuskan untuk pindah tempat. Aku menuju kesebuah sekolah menengah atas. Para siswi itu pasti menyukai pernak-pernik  milikku. Dan hasilnya. Lumayan,  pernak-pernikku banyak yang terjual.
Namun hidupku tak selancar itu, pada hari ketujuh, seorang satpam sekolah menghampiriku dan berkata.
“ maaf mbak Anda tidak boleh berjualan di sini” tegas satpam itu kepadaku.
“ apa ? kenapa? Kenapa begitu?” tanyaku bingung.
“ ini sudah peraturan!!! Sana pergi!! Sebelum anda saya seret. Cepat pergi!!”
“ iya saya akan segera pergi kok pak” ujarku kesal.
Aku terus berjalan tanpa tujuan, aku bingung. Apa yang harus kulakukan? Tiba-tiba salah satu barang daganganku terjatuh didepan sebuah emperan toko. Namun, ketika aku hendak mengambilnya seseorang telah mengambilnya terlebih dahulu. Dia seorang pemuda. Kulitnya putih, badanya tinggi, dan dia berkacamata. “Yanuar” sentakku dalam hati. Pria itu tampak seperti Yanuar. Apa yang harus aku lakukan? Aku merasa malu, karna bertemu dengannya dalam keadaan seperti ini.
“ ini mbak Barangnya jatuh” ujarnya.
“ ah.. iya terimakasih” jawabku. Tapi, kenapa dia memanggilku mbak? Apakah dia sudah tak mengenaliku lagi? Yanuar, apa itu benar-benar kau? Jika itu kau, kenapa kau tak mengingatku? Aku memang sekarang sudah berhijab. Sedang di SMA aku belum berhijab. Semenjak kedua orang tuaku meninggal, aku memutuskan untuk berhijab. Aku merubah sikapku, yang semula egois, manja dan kekanak-kanakan.
“ya sudah saya pergi dulu”
“oh... iya, sekali lagi terimakasih” dia benar-benar tak mengenaliku.
***
Ndredd...
Ndred...
Tiba-tiba ponselku bergetar. Aku segera melihatnya. Kalau-kalau itu penting. Seseorang menelponku. Tapi aku tidak mengenal nomornya.
“ halo sabrina di sini” ujarku.
“sa, ini aku Elly, kau masih ingat denganku kan?” seseorang yang disana mulai berbicara. “Elly?” Gumamku. Aku bahkan tak ingat siapa elly.
“aku elly, kita satu sekolah saat SMA, aku di kelas IPA1” jelasnya.
“oh.. elly apriliani. Iya aku masih ingat” jawabku. Aku tak menyangka, dia masih ingat denganku, dia bahkan punya nomorku. Padahal kita dulu di SMA tidak saling kenal, jangankan berbicara, bertatap muka saja tak pernah. Padahal kita satu sekolah. “iya ada apa ell, knapa kau menelfonku?” lanjutku.
“kenapa kau berbicara seperti itu sa, aku ini kan teman satu sekolahmu dulu,  jadi tidak apa-apa kan jika aku menelfonmu”
“Maksudku bukan begitu ell, kau kan juga tau bahwa dulu kita ini jarang berbicara”
“ohh.. iya aku juga tau. Ngomong-ngomong bagaimana keadaanmu sa??”
“Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?”
“alhamdulillah baik”
“em.. kau kerja dimana sekarang?” tanyaku penasaran
“di restoran” jawabnya singkat
“restoran?!” tanyaku “restoran mana? Dimana tempatnya? Milik siapa?”
“pertanyaanmu banyak sekali sa. Restoran milikku sendiri. Letaknya di jepang. Aku tinggal disana sekarang.” Jelasnya.
“dalam rangka apa kau kemari?”
“loh.. apa kau belum tau, sebentar lagi kan SMA kita akan mengadakan reuni? Maka dari itu aku pulang ke indonesia”
“em.. ya sudah ell, aku tak bisa telfon lama-lama, aku sedang sibuk” aku menutup telfon dari elly. Ya elly, dia adalah mantan kekasih Yanuar. Tapi aku belum tau pasti, apakah dia sudah menjadi mantan atau masih berpacaran. REUNI. Benarkah itu. Akan diadakan reoni SMA. Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan. Bagaiman jika teman-temanku tau kalau aku sekarang...??
***
Pagi ini terasa dingin. Mungkin karena musim kemarau akan segera datang. Dan juga sebentar lagi akan bulan puasa. Aku segera bersiap untuk olah raga pagi hari ini. Kupakai handuk kecil warna biruku. Aku melihat keluar rumah. Banyak sekali orang berolahraga diluar sana.  Melihat semua itu aku semakin bersemangat untuk  olahraga pagi ini. Sudah lama aku tak pernah olah raga pagi. Itu karna kesibukanku. Hari ini aku sedang takbekerja. Itu karna aku telah di pecat. jadi tak salah jika aku meluangkan waktu untuk berolah raga sejenak. Aku telah sampai di taman. Aku ingin beristirahat sejenak di sana. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada sesosok pemuda disana. Dia memakai training warna biru. Kulitnya putih, badanya tinggi. Tapi aku tak tau bagaimana wajahnya.dari kejauhan, aku melihat elly. Di disini? Dia sudah berada di sini. Bagaimana ini. Aku segera bersembunyi. Aku berlari, dan bersembunyi di balik pohon beringin di taman itu. Aku takut jika dia melihatku. Aku belum siap bertemu dengannya. Namun, tiba-tiba saat aku menoleh kearah elly lagi, aku tak melihatnya. “Dimana? Dimana dia? Apa dia sudah pergi? Syukurlah. Namun tiba-tiba ada seseorang  menepuk bahuku dari belakang.
“hey, apa yang kau lakukan disini?” tanya pria itu. Aku segera menoleh. Jantungku berdetak kencang tangan ku dingin dan gemetar. Namun itu bukan karna aku takut elly melihatku. Namun.. dia. Dia yang menepuk bahuku. Dia sangat tampan. Tapi, wajahnya. Wajah itu. Sudah tak asing lagi.
“Yanuar” lirihku
“apa? Apa yang kau katakan tadi? Aku tak dapat mendengarnya. Bolehkah aku minta kau ulangi lagi”
“a.. tidak, aku tak mengatakan apa-apa” aku masih melihatnya. Kenapa begini. Kenapa aku merasakan sesuatu yang berbeda pada diriku? Aku sungguh tak bisa melepaskan pandangan mataku darinya. Apa ini yang namanya cinta lama bersemi kembali. Yanuar.
“benarkah. Lalu, apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya lagi.
“A.. aku..  aku di sini sedang mencari semut, iya aku sedang mencari semut”
“Benarkah itu? Untuk apa kau mencari semut nona?”
“oh ya.. apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” tanyaku penasaran.
“sepertinya tidak, aku tak pernah melihatmu sebelumnya”
“benarkah? Tapi aku merasa pernah melihatmu sebelumnya?”
“ah mana mungkin. Oh ya kau mau minum? Aku baru saja membelikannya untuk saudara ku. Tapi tiba-tiba dia bilang ada urusan. Jadi, ini untukmu saja” lelaki itu menyodorkan minumannya kepadaku.
“a, iya terimakasih banyak”
“oh ya.. namamu siapa? Kita belum berkenalan” dia mengulurkan tangnya kearahku.
“sabrina. Namamu?”
“risky, oh sepertinya aku harus segera pulang, ech tapi bolehkah aku minta nomermu nona sabrina? Aku ingin mengenalmu lebih dekat”
“tentu, ini catat ya 085641358xxx”
***
Aku merebahkan badanku ke kasur.kuambil fotoku dan Yanuar yang berada di atas meja. Aku tak pernah membuangnya. Risky. Apa dia adalah kau Yanuar? Tapi kenapa kau lupa denganku. Kau bahkan tak ingat jika kau pernah menolongku sebelumnya. Tapi, risky dan Yanuar berbeda. Mata risky tak sesipit mata Yanuar. Tapi orang yang menolongku itu, dia mirip sekali dengan Yanuar. Tapi kenapa ketika aku melihat lelaki yang menolongku, aku merasa biasa saja. Sedang yang kulihat di taman tadi, dia, dia membuat ku...
Ndredd...
Ndred...
Ponselku tiba-tiba berbunyi. Ternya itu pesan dari sinta, teman SMAku dulu. “untuk alumni SMA 1 BOJONEGORO angakatan 2005/2006 di beritahukan bahwa akan diadakan reuni, pada tanggal 12 AGUSTUS 2013 di SMA 1 BOJONEGORO. Reuni di mulai pada pukul 08.00 wib- selesai. Harap kehadirannya.
Terimakasih.
Jadi benar akan di adakan reuni? Aku segera mengambil tas ku, dan keluar. Aku ingin menemui elly teman SMAku dulu.