Halaman

About

Facebook

Friday, July 29, 2016

Kado Ulang Tahun Untuk Fela


Fela masih termenung diranjang. Mama menghampirinya dengan membawa semangkuk bubur  yang ditaruh diatas nampan lengkap dengan susu hangat dan buah-buahan.
“Fe gak mau makan mah,” tolak Fe saat mamanya menyodorkan sesendok bubur untuknya.
“kamu harus makan Fe, biar gak lemes,” bujuk mamah pada Fe yang mulai membelakangi tubuhnya.
“Fe mau tidur,” Fe menghentikan percakapan kemudian mebalut sekujur  tubuhnya dengan selimut tebal motif bunga-bunga warna tosca pembelian alm. Papanya.
Fe tak pernah seperti ini sebelumnya, senyuman manisnya kini tak terlihat lagi. Yang ada hanya wajah muram tanpa masa depan. Fe sudah tidak kuliah semejak bulan lalu. Yang dilakukan gadis berumur 19tahun ini hanya berbaring  diranjang  tanpa melakukan satu hal apapun. Fe menjadi gadis pemurung. Fe yang periang sudah tak ada lagi sekarang.
Mama meninggalkan kamar, dan menaruh nampan yang berisi makanan diatas meja yang berada disebelah kanan tempat tidur. Meja yang bertaplakan kain rajutannya sendiri saat masih duduk dibangku SMP. Fela adalah gadis yang berbakat, sangat pintar dan selalu menjadi dambaan para teman lelakinya. Gadis berambut panjang lurus ini sangat halus dalam berkata, tak pernah sombong dengan kemampuannya. Dan selalu membantu temannya tanpa pamrih. Semenjak Fe keluar dari sekolah, banyak teman-temannya yang menjenguk kerumah. Namun, tak ada satupun yang ditemui Fe. Termasuk kekasihnya. Yuda. Mereka sudah berpacaran semenjak masuk SMA. Orang tua Yuda telah mengenal Fe dengan baik, begitu pun sebaliknya. Namun hubungan mereka terancam kandas, tinggal menunggu waktu yang tepat saja bagi Fe untuk memutuskan hubungan nya dengan Yuda. Karena Fe tak mau lagi mengenal siapun. Gadis keturunan china ini benar-benar depresi saat ini. Ia hanya ingin bertemu dengan satu orang. Angga. Teman laki-lakinya yang tiba-tiba saja menghilang  tanpa jejak setelah memberikan kejutan dihari ulang tahunnya ke19tahun kemarin.
***
“mahhh,” teriak Fe dari dalam kamar dan dengan perlahan bangun dari tempat tidurnya.
“iya Fe? Ada apa?” mama menghampiri dengan wajah agak kebingungan.
“Fe mau jalan-jalan mah”
“kamu serius fe? Mau mama temenin?”
“gak perlu, Fe bisa sendiri kok. Mama bisa bantu Fela sisir rambut fela kesulitan mah,?”
“iya nak, sini mama sisirkan,” mama tampak bahagia sudah lama Fela tak melihat dunia luar, sekarang sudah saat nya ia bangkit dari keterpurukan.
Fela melewati garasi rumah, ia menatap lekat sepeda roda dua yang dulu selalu menemaninya berangkat ke sekolah. Sepeda dengan warna tosca kesukaannya. Butir-butir air mata mulai jatuh dari pelupuk matanya. Dulu, ia sering dibonceng Yuda dengan sepeda ini, berkeliling sekolah menjelang sore. Dua insan muda yang sedang jatuh cinta begitu bahagia menikmati suasana sore berdua. Terkhir kali Fe bertemu Yuda adalah saat ulang tahun Fe ke-19 tahun. Yuda memberikan seperangkat alat lukis. Fe, begitu senang kala itu. Namun benda pemberian Yuda kini sudah berada di gudang, bertemankan tikus-tikus juga kecoa.
Fe berjalan menyusuri taman, ia ingat betul dulu ia selalu menghabiskan sore ditaman ini. Dengan menaiki sepedanya dan membawa buku gambar dan pensil ia melukis ditaman kota dekat rumahnya. Atau sesekali bermain gitar dan membuat lagu. Fe merindukan hal itu. Perlahan Fe duduk dibangku taman, bangku besi itu terasa dingin. Sepertinya kemarin hujan, gumam Fe dalam hati. Ia sangat menikmati suasana sore ditaman kala itu, begitu sejuk duduk santai dibawah pohon besar yang sengaja ditanam. Rumput taman begitu segar dan berwarna hijau, maklum musim hujan. Batu-batuan terapi masih belum berpindah tempat. Namun ketika Fela sedang menikmati panorama taman tiba-tiba seorang anak kecil menghampirinya dan berkata.
“kak Fela?”ucap anak perempuan dengan rambut panjang dikuncir kuda yang memakai dress warna biru muda, cocok dengan kulitnya yang putih bersih dan menghampirinya. Fela menatap lekat anak itu. Tak asing. “angel?” ucap Fela lirih. Gadis kecil itu berganti menatap Fela, ia tampak bingung. Umur anak itu masih 6 tahun, masih polos.
“Kak Fela kenapa? Kok pakai gituan? Itu apa kak?” tanya angel dengan nada polos dan menunjukkan jarinya kearah fela. Fela terdiam lalu tersenyum simpul. Ini sebuah kado ulang tahun dari teman kakak. Gadis kecil itu semakin kebingungan dengan ucapan fela. Fela coba menjelaskan dengan bahasa anak-anak, dan menjelang magrib tiba akhirnya angel paham dengan perkataannya.
“angel, ayo kakak antar pulang? Udah mau magrib,” bujuknya pada angel.
“iya kak,” angel menggandeng tangan Fela. Tampak berbeda dari biasanya. Namun mereka tetap berjalan. Selepas mengantarkan angel Fela memutuskan untuk sholat di masjid.
***
Angin malam begitu menusuk, fela membenarkan mantel dan berjalan menuju kafe dekat masjid tadi. Klingggggg ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dari mamanya, Fela sudah lama tak keluar sendirian, maklum jika mamanya khawatir dengannya. Fela agak kesulitan mengetik sebuah pesan, akhirnya ia menyuruh pegawai dikedai untuk menulis pesannya pada mama.
“terimakasih,” ucap Fela pada pegawai kedai dan mengambil kopi pesanannya kemudian mencari tempat duduk. Pegawai itu tersenyum haru melihat fela, yang memegang kopi dengan agak kesulitan.
Lampu jalan tampak begitu indah dimalam hari, mata gadis itu kini mulai berbinar, berkaca-kaca kemudian menangis sesegukan. Sesekali ia menyeguk kopi hangat yang dipesannya tadi sembari melihat sekeliling kedai. Tak ada yang berubah dikedai ini, masih sama seperti saat terakhir kali ia kemari bersama dengan Angga, sahabat laki-lakinya. Tiba-tiba saja pandangan Fela terhenti pada satu orang yang sedang memesan kopi. Angga? Gumam fela dalam hati kemudian menghampiri lelaki itu perlahan. Dan berkata,
“Angga?” laki-laki didepannya menoleh seketika. Fela tersentak, ini seperti mustahil. Tak pernah ia duga akan bertemu  Angga disini. Namun, lelaki yang dipanggil Angga itu mengelak. Ia tak mengaku bahwa pernah mengenal Fela. Laki-laki itu dengan sekejap lari dari kafe dan meninggalkan pesanannya. Fela coba mengejar, tapi apa daya ia hanyalah seorang gadis. Dan dengan perasaan berkecamuk ia kembali ke dalam kafe. Fela menangis, tak peduli dengan orang-orang disekitarnya.
Pertemuannya dengan Angga tadi mengingatkannya dengan kejadian beberapa bulan lalu saat ulang tahunnya ke-19. Angga adalah sahabat Fela, bahkan Anggalah yang mengenalkan Fela dengan Yuda, kekasihnya sekarang. Angga sudah seperti saudara bagi Fela, namun ia tak pernah menduga Angga akan melakukan hal itu pada fela. Bercandaan Angga benar-benar keterlaluan kali ini.
Pagi diumur ke-19 tahun Fela pikir akan berjalan indah, mendapat kejutan dari teman dekatnya yang tak akan terlupakan. Ya, Angga selalu memberikan kejutan diulang tahun Fela, kejutan yang berbeda pula tiap tahunnya. dan memang kejutan kali ini memang benar-benar berbeda tak akan bisa dilupakan fela seumur hidup.
Pagi itu Angga kerumah Fela dan mengajak Fela pergi ke suatu tempat, tempat yang begitu sepi. Dan dengan sigap Angga menali kencang-kencang pergelangan tangan Fela di pohon. Begitu erat hingga Fela sulit melepasnya. Angga menyiram Fela dengan Tepung terigu dan telur, setelah puas Angga meninggalkan Fela disana sendirian, ditempat yang jauh dan sepi. Fela tau Angga hanya bercanda saat itu, dan maksudnya juga tidak jahat. Karena Angga memang ingin memberi kejutan untuk Fela di ulang tahunnya yang ke-19. Angga mengira tali nya tak begitu kencang dan Fela akan mudah melepasnya, namun ternyata tidak. Ikatan itu begitu kencang, hingga aliran darah Fela tak lancar. Sampai sore tiba Fela tak bisa melepas ikatan itu, hingga tangannya mulai membiru, bahkan berubah menjadi ungu kecoklatan. Fela lemas, ia hampir pingsan, namun sebelum pingsan ia melihat seorang laki-laki datang. Wajahnya tak begitu jelas. ketika Fela terbangun ia sudah berada dirumah sakit dengan kedua tangannya yang sudah diamputasi karena sudah benar-benar membiru.
Melihat kedua tangannya diamputasi Fela sangat tekejut. Ia menangis tersedu-sedu. bagaima tidak, Fela adalah seorang Pianis, ia banyak mendapat kejuaraan. Fela juga seorang pelukis, lukisannya sudah banyak yang dipamerkan. Merajut adalah hobinya. Ia juga senang bersepeda. Dan sekarang ia tak bisa melakukan semua itu. Hidupnya terasa benar-benar hancur. Sampai suatu ketika seseorang mengirimkan tangan palsu untuknya. Ada sebuah titik cerah, namun fela masih tak begitu bahagia.
Semenjak kejadian itu Angga tak pernah muncul dalam hidupnya. Berkunjung dirumahpun tidak sama sekali. Fela sempat membencinya, namun setelah hari ini ia melihat wajah Angga yang tampak ketakutan dan tampak sangat bersalah dengan semua yang telah ia perbuat. Fela tak lagi merisaukan hal ini. Lagi pula ia sudah memiliki tangan palsu yang dikirkan seorang malaikat untuknya. Malaikat yang sangat baik padanya.
***
Fela menunduk lesu dibangku kafe. Tiba-tiba seorang memegang pundaknya dari belakang. “Angga”. Ucap fela lirih. Wajah pemuda itu terlihat sangat bersalah, dengan mata yang sembab dan memerah.

----Terimaksih----

0 comments:

Post a Comment