Aku jatuh cinta. Tepatnya di
suatu malam ketika langit penuh warna. Cahayanya indah, letupannya membuatku
rindu. Begitu juga seorang laki-laki yang berada disampingku pada malam itu.
Dua hal yang sangat kurindukan sampai saat ini.
***
Namanya Mas Gangga, seorang
pemuda yang suka sekali menulis. Aku jatuh cinta padanya. Pada tulisannya juga
pada tiap kata yang diucapkannya. Pemuda itu membuatku mengenal cinta juga
mengenal bagaimana rasanya kegilangan cinta. Dia cinta pertamaku, dan aku berharap
ia juga cinta terakhirku.
Kami menyukai sesuatu yang
sama. Menulis. Kegiatan itu mendekatkan kami. Tepatnya satu tahun yang lalu
ketika kami bertemu dibawah cahaya langit yang penuh kerlap-kerlip. Ia adalah
salah seorang teman dari temanku Tepatnya temannya Runi. Malam itu, Runi
mengajakku melihat festival bunga api ditaman kota. Tak sengaja kami bertemu
Mas Gangga, ia adalah kakak kelas Runi di SMA. Pada malam itu, akhirnya kami
jalan bertiga. Seketika itu aku mengenalnya. Mas Gangga, kami melihat bunga api
bersama. Berbagi cerita tentang kegemaran kami. Dan aku seolah bertemu dengan
laki-laki yang memang ditakdirkan untukku. Laki-laki yang memang tercipta
untukku. Dibawah langit yang penuh bunga api, aku berada disampingnya. Namun,
aku terlalu cepat mengambil kesimpulan.
Awalnya aku tak tau kapan
cinta ini datang. Kapan bunga-bunga asmara ini berhamburan ketika ia menatapku.
Memang, tak perlu sebuah undangan untuk mendatangkan cinta. Ia akan datang
dengan sendirinya, tanpa kita tau, dan tanpa kita duga. Seperti ia yang datang
tiba-tiba dan kemudian tanpa pernah kuduga ia pergi secara tiba-tiba pula.
Cinta begitu rumit.
Entahlah, sejak pertemuan
pada malam itu, aku dan mas Gangga sering menghabiskan waktu berdua. Sekedar ke
toko buku, bertukar tulisan, atau sharing tentang lomba menulis.
"Khurbi mau baca cerpen
ku?" Tanyanya di sebuah pesan chat yang dikirim pada suatu malam.
"Mau banget Mas,"
jawabku penuh semangat.
"Oke, aku mau buat buku
Bi. Kasih komentar ya,?" Begitulah kedekatan kami. Goresan cerita yang
dibuat Mas Gangga mulai mendekatkanku dengan nya. Aku jatuh cinta pada
tulisannya. Juga sang penulis cerita yang kubaca.
Pada awalnya aku berfikir mas
Gangga hanya dekat dengan ku. Ia tercipta untukku, menjagaku dan mencintaiku.
Namun, di suatu sore ketika aku dan Runi tengah mengobrol didepan rumah,
tiba-tiba saja Runi mengungkapkan suatu hal tentang dirinya.
"Bi, aku mau jujur sama
kamu," katanya dengan penuh teka-teki.
Tentang?"
"Aaa, aku. Aku lagi
jatuh cinta," kata Runi dengan sedikit terbata-bata.
"Wahh? Sama siapa
Ta?" tanyaku dengan semangat. Bagaimana tidak bahagia, akhirnya sahabatku
menemukan cintanya kembali.
"Sama Mas Gangga, ingat
kan? Laki-laki yang kita temui dimalam tahun baru dulu?" aku terdiam.
Perlahan kulepas tanganku dari genggaman Runi, "Aku punya firasat mas
Gangga bakal nembak aku Bi," Runi memang seorang gadis yang cantik, idaman
para lelaki. Cinta begitu mudah ia dapatkan. Tak seperti diriku. Aku tak tau,
apakah hal ini biasa dalam setiap kisah cinta. Atau hanya aku yang merasakannya.
Cahaya cinta yang kutemui di
malam tahun baru itu seolah mulai redup. Tenggelam ditelan awan mendung. Cinta
yang kufikir akan kuraih, ternyata menjauh. Dibawa pergi oleh seseorang.
"Gimana Bi?" masih
belum ada jawaban dariku. Aku menatap Runi dalam.
"Kamuuu? Dekat sama Mas
Gangga? Sejak kapan?"
"Kami sudah lama dekat.
Namun, semenjak pertemuan kita ditahun lalu kita jadi dekat lagi. Maaf baru
cerita ke kamu. Kamu sih terlalu sibuk baca." jelas Runi panjang lebar.
Aku hanya bisa diam dan tersenyum.
Dan dimalam tahun baru... Firasat Runi benar. Tepat
satu tahun setelah kami bertiga bertemu. Dimalam yang sama. Malam tahun baru,
Mas Gangga menyatakan cinta. Dibawah cahaya lampion dan kerlap kerlip bunga api
Runi dan Mas Gangga seolah menjadi bintang dimalam itu. Semua mata tertuju pada
mereka. Mas Gangga memberikan sebuah buku pada Runi, dan baru kusadari. Buku
itu berisikan cerita-cerita yang dikirim padaku. Maka, selama ini kisah yang
kubaca adalah cerita mereka berdua.
Aku terlalu cepat mengambil kesimpulan.
Dan cahaya yang ketemui bukanlah cahaya untukku. Namun milik orang lain. Aku
patah hati, oleh ia yang membuatku jatuh hati. Dari kejauhan, mas Gangga
tersenyum padaku. Itu adalah Desember terburuk pada perjalan cintaku.
Profil penulis
Ria Dwi Anggarawati.
Lahir di Bojonegoro, 21
September 1997. Saat ini menempuh pendidikan di Universitas Trunojoyo Madura
jurusan Pg-Paud. Hobby menulis, dan penggemar warna biru. Blog;
Anggarawati.blogspot.com, Facebook; Ria Dwi Anggarawati, Twitter; @anggarawati21,
Instagram; @Ria_anggara







0 comments:
Post a Comment