Halaman

About

Facebook

Saturday, October 29, 2016

Njore Jadi Sahabat

Ria, Bachtiar, Misma
"Ini adalah sebuah catatan tentang kami bertiga. Tiga anak manusia yang dipertemukan sudah lama, namun baru dekat saat duduk di bangku SMA"

Aku sebenarnya adalah seorang yang pemilih dalam berteman. Mungkin itulah sebabnya teman dekatku tak sebanyak anak-anak lain.

Dulu, saat duduk dibangku Sekolah Dasar, yang kutakuti bukanlah jika mendapat nilai jelek atau tidak naik kelas. Namun, takut tidak punya teman. Kalau-kalau tak ada yang mau menerimaku apa adanya dan tak bisa maklum dengan sikapku.
Hingga pada akhirnya, aku punya teman. Teman dekat (teman sebangku) namun hanya sebentar. Lulus sekolah, lulus juga persahabatannya.
Dan dari kejadian semacam itu aku belajar. Untuk apa punya sahabat tapi tak bisa bertahan lama? Hingga kemudian aku menjadi Ria yang cuek dengan kata pertemanan. Menjadi Ria yang kata teman-teman "anak yang tak mau berteman (individual)". Ya, itu pendapat temanku ketika baru pertama bertemu. Namun, setelah kenal pendapat mereka jadi berubah " ternyata Ria asik ya, lucu. Dulu tak kira anaknya sok dan gak mau berteman" Yah, itu komentar yang sering kudapat memang.
Aku tak pernah memulai percakapan/perkenalan. Bukan sombong, hanya takut memulai terlebih dahulu. Aku biarkan pencarian teman mengalir begitu saja. Ria selalu membuka diri kok. Hanya saja, Ria tak mau memulai terlebih dulu.

Dan saat ini, aku sudah lupa. Bagaimana dulu aku bisa akrab dengan mereka. Dua sahabat  lucu, yang membuat hari-hariku berwarna. Misma (Diana Taurisma) dan Kento (Baktiar Ansori). Dua sahabat yang selalu menyelipkan kata "Njore" pada tiap percakapan. Kami satu Smp, namun belum saling menyadari satu sama lain. Hingga pada akhirnya kami dipertemukan di kelas Ips 4 dan pada akhirnya jadi dekat sampai jadi sahabat. Sahabat yang levelnya sudah tinggiiiiiiiiii sekali hingga mencapai langit ke-7 wkwkw.

Awalnya aku tak menyangka persahabatan ini akan berjalan hingga kami lulus SMA. Kufikir akan seperti kisah persahabatan lain. Lulus sekolah, lulus juga persahabatannya. Tapi ternyata tidak, sampai sekarang kami masih saling chatting. Kumpul bertiga jika liburan tiba. Cerita ke orang tua, pasti ya tentang kento kalau tidak ya Misma. Sampai-sampai bapakku bilang "koncomu kok bolak balik Kento mbek Misma terus to ya? Opo gak nduwe konco liyo?" (temanmu kok kento dan misma terus? Apa gak punya temen yang lain?) wkwkw. Soalnya yang ngajak aku main keluar ya cuma Misma dan Kento. Yang sering main kerumah juga mereka. Gak kayak Mbak Tika yang temannya macem-macem yang main kerumah haha.
Banyak sekali kisah menyenangkan hingga menyedihkan yang telah kami lalui. Juga melewati hujan dan terik matahari bersama. Tertawa lepas tanpa ada jaim. Bicara ceplas-ceplos tanpa ada sungkan. Jelek ya bilang jelek, bagus ya bilang bagus. Pokoknya, teman seperti mereka itu langka. Gak boleh hilang.

Aku, Misma dan Kento adalah teman sekelas saat XI IPS 4. Dua tahun, hingga naik ke kelas Dua Belas. Namun, kami baru akrab di kelas 3SMA. Sebenarnya aku dan Misma sudah akrab saat kelas 2SMA, karena kami sering menunggu bus bersama. Nah, barulah kelas 3SMA Kento masuk di kehidupan kami.
Kento dan Misma sering dibilang seperti anak pacaran. Mereka dekat, kemana-mana selalu berdua. Dan kadang kalau ngobrol bertiga aku sering dibilang obat nyamuk sama anak-anak. Kalau Kento dan Misma sudah kumpul pasti ketawa bahak-bahak.

Kata orang, masa SMA itu masa yang paling indah dan tak terlupakan. Dan aku rasa memang benar. Karena adanya mereka.
Kami bertiga sering belajar kelompok. Lebih-lebih menjelang Ujian Nasional. Belajar bertiga diruang tamuku, atau dirumanya Misma. Malam hari terasa hangat saat berkumpul dengan mereka. Tak selalu belajar, kadang kami cuma iseng ngumpul-ngumpul saja. Membicarakan berbagai topik yang tak habis-habis. Kadang debat karena beda pendapat, terkadang pula saling melempar candaan bersama.
Kami juga mengikuti les Komputer bersama. Dari sore sepulang sekolah hingga magrib hampir menyapa sore kami. Hujan panas sudah biasa.
Guru les komputer kami juga guru BK disekolah. Secara tidak langsung kami juga daftar SNMPTN bersama. Bingung pilih jurusan apalagi Universitas. Masa ini tak akan terlupa. Hujan-hujan nekat kerumah Pak Yasin (Guru BK) untuk daftar SNMPTN. Karena jika daftar sendiri pasti bingung. Dan kebetulan kami les komputer disana, jadi Pak Yasin pun dengan senang hati membantu.
Hari itu hujan deras. Langit amat mendung, petir sudah menyambar kemana-mana. Tapi kami nekat, pendaftaran SNMPTN sudah hampir selesai. Kami harus buru-buru. Walau basah kuyup sekujur tubuh kami, kami tak peduli. Masih sempat-sempatnya bercanda. Hingga sekitar pukul 10 malam. Akhirnya pendaftaran selesai. Kami daftar SNMPTN sama-sama, dan berharab bisa lolos sama-sama pula. Walau beda Universitas.
Namun, semua tak sesuai harapan. Walau begitu alhamdulillah ada yang lolos. Misma masuk Universitas Lambung Mangkurat di Kalimantan. Tinggal aku dan Kento yang masih harus berjuang di SBMPTN nanti.
Dan ternyata Tuhan punya jalan sendiri untuk kami lewati. Aku harus menuntut ilmu di Madura, Misma di Kalimantan dan Kento bekerja di Bogor. Kami terpisah oleh lautan, sudah tak sepulau lagi.

Walau begitu, kami masih menjalin komukasi. Membuat grup di Facebook, kemudian BBM dan yang sering kami pakai saat ini adalah grup Whatsapp. Grup instagram pun ada.
Aku senang bersahabat dengan mereka. Mereka lucu, baik juga seru. Kadang jika sama-sama liburan. Kami menghabiskan waktu bersama. Kami? kebanyakan misma sama kento sih wkwk. Soalnya mereka sering makan mie ayam berduah.
Kadang jika main kerumah tak pernah kehabisan bahan obrolan. Membahas ini itu tak habis-habis. Apalagi kalau Kento sudah bicara.

KENTO Itu,
Anaknya lucu. Gak bakal bisa berhenti tertawa kalau sama dia. Dulu aku gak suka sama kento. karena kita sering beda pendapat. Kento itu orang pertama dan satu-satunya di SMA yang manggil aku "Ri" sedang anak lain manggil aku "ya"
Dulu aku sering cemburu sama Kento. Habisnya gara-gara kemunculan dia diantara aku dan Misma, Misma jadi agak jauh sama aku dan dekatnya sama Kento terus haha. Namun tak disangka kita jadi sahabat. Aku Kento Misma.
Bicara tentang Misma,

MISMA Itu,
Orangnya ceplas ceplos. Jadi jangan mudah tersinggung ya kalau denger kata-kata Misma. Tapi aku suka teman yang kayak gitu. Jujur jadi tak ada dusta. Walau kadang nylekit bingit. wkwk tapi aku gak bisa marah sama mereka berdua.
Sebenarnya aku dan Misma adalah teman seTK. Kemudian di SMP Misma satu kelas sama Rena (teman SDku) jadi setidaknya sudah kenal. Kemudian pada saat SMA kami sama-sama naik bus, jadi sering ketemu juga. Dan tak disangka kami berdua satu kelas pas kelas 2. Aku dan Misma sering berangkat sama-sama. Kelas 3 sudah tak naik bus lagi. Aku dibonceng Misma. Misma anaknya baik.
Dulu ketika belum ada grub WA dan lain sebagainya. Kami bertiga sering telp. Digabung jadi tiga. Tapi sekarang sudah jarang karena sudah bisa vn. Walau kadang di grub isinya cuma vn dari Misma dan Kento wkwk. Soalnya di kostku sinyal susah.

Dan yang terakhir, aku berharap persahabatan ini akan terjalin lama. Sampai kakek Nenek, sampai punya cucu. Kalau perlu anak kita dijodohin wkwk. Tapi Kento gak mau ada perjodohan haha.

Tetap jadi sahabat ya gengs. Jangan sampai lupa kalau sudah sukses nanti. Tetap saling mendukung. Semoga bisa foto pakai toga sama-sama.
Kapan nih foto bertiga? Ria sudah suka foto kok sekarang wkwk

Salam rindu dari pulau garam,
Bangkalan, 27 Oktober 2016

Saturday, October 8, 2016

Lukisan Cerita bersama "Sinar"

Pagi ini aku terbangun dengan perasaan yang biasa. Benar-benar biasa seperti hari sebelumnya.
Pagi di 21 September ini, aku mengulang hari kelahiran. Untuk ke-19 kalinya. Hari yang kupikir tak akan ada yang spesial. Karena memang selalu datar di setiap ulang tahun.
Ucapan Ulang tahun?
Mungkin hanya dari kakak perempuan. Kemudian bapak dan ibu menyusul. Hanya satu dua teman yang kemudian mengucapkan. Tak ada kue ulang tahun, kado atau sebuah kejutan kecil. Begitu sampai hari lahir ke-18 tahun lalu. Hanya kado dari mbak Tika, tak ada yang lain. Tapi, itu saja sudah membuatku luar biasa senang.
Aku tak punya banyak teman, apalagi sahabat yang benar-benar dekat seperti kebanyakan orang. Sejujurnya aku ingin seperti mereka yang dirayakan ulang tahunnya, meniup lilin kemudian memanjatkan doa atau disiram air tepung juga telur. Aku? Bagaimana mau merayakan, ulang tahunku saja tak ada yang ingat. Bahkan aku sendiri saja kadang lupa jika sedang ulang tahun. Mungkin ada beberapa yang mengucapkan, dengan doa yang sama ditiap seseorang ulang tahun "Panjang Umur Sehat Selalu"
Aku selalu menjalani hari dimana aku dilahirkan dengan biasa dan tanpa perasaan apa-apa. Cukuplah aku menjalani hari yang "katanya" spesial itu dengan apa adanya. Dan di tahun ke-19 ini saat aku mengulang hari lahir,  kembali kujalaninya dengan biasa. Sampai tak sadar jika diberi kejutan. Kejutan dari orang-orang tersayang dimadura ini "Keluarga Sinar"
Tak terasa satu tahun sudah aku melewati malam-malam manis bersama mereka. Dan aku rasa malam ini, di 21 September 2016 adalah malam termanisku bersama mereka. Kejutannya benar-benar mengejutkan. Mungkin karena aku tak peka sama sekali. Jadi terasa mengejutkan.
Malam itu, kakak tertua sukses membuatku menangis. Marahnya benar-benar berhasil. Dimarahi siapapun di sinar tak apa deh, asal jangan kakak tertua yang marah. Aku takut.
Audit pun menjadi saksi bisu, saksi dimana mereka mengucapkan "selamat ulang tahun" padaku. Mas Yoga, mbak Khurin, Mbak Finda, Waki', juga Linda.
Tiupan lilin itu adalah pertama kalinya, dan itu bersama mereka. Tak bisa kutahan air mata ini. Luar biasa senang, terharu, juga tak menyangka.

Dibulan September ini ada dua perayaan penting untukku. 10 September lalu, satu tahun sudah aku bergabung dengan Sinar. Dan di 21 September ini adalah hari kelahiran ku.
Terimakasih untuk kakak dan teman Sinar yang sudah meluangkan waktu nya untuk memberi sebuah kejutan.
Terimakasih juga untuk Mas Yoga es creamnya. Kebetulan sekali aku memang suka sekali dengan es cream. ( walau aku tau awalnya mas yoga mau beli yang murah :v ) Tapi Terimakasih sekali teruntuk kakak tertua yang satu ini.
Untuk Linda, teman satu kost yang sekarang sudah jadi teman sekamar dan sekaligus teman satu UKM. Terimakasih kue agarnya. Sudah menyempatkan waktu untuk membuat itu di sela-sela jadwal dan tugas kuliah yang meruncing. Maaf ya kalau ria tekadang menyebalkan.
Teruntuk mbak Khurin. Kakak, mentor, kritikus dan teman curhatku makasih bangettttt.
Mbak Finda, kakak sinar yang paling unyu. Makasih juga sudah menyempatkan waktunya. Sampai belum ganti baju.
Dan untuk sahabatku yang paling baik di Sinar, "Waki". Makasih sudah ikut berpatisipasi. eh, makasih juga kadonya. Kartu ucapannya sukses membuatku baper. Waki sahabat terbaik deh pokoknya.
Tak lupa juga, teruntuk kakak sinar yang paling aku sayangi, "mbak Ajeng". Meski gak ikut ngasih kejutan di audit. Makasih ucapannya, semoga mbak Ajeng selalu baik-baik saja dan dalam lindungan Allah. Ria kangen mbak Ajeng.
Mas Gigih. Mentor ku dalam menulis, juga rekan yang baik dalam ngeliput berita. Makasih sudah menyisihkan beberapa detiknya untuk mengucapkan ulang tahun walau harus di ingatkan dulu.
Dan yang terakhir, Mbak Ririn. Kakak Sinar yang diamnya terkadang menakutkan, namun tetap manis karena ke-kalemannya. Kapan nih ngucapin ulang tahun? hehe
Yang pasti terimakasih keluarga Sinar yang selama satu tahun terakhir sudah mengajari ku banyak hal. Begadang, percaya diri, dan mengajari untuk menjadi dewasa dan lebih baik lagi.
Semoga selalu diberi kesempatan agar tetap bisa berkarya bersama Sinar. Berkarya lebih baik lagi dari sebelumnya. Dan pastinya tidak pernah lelah untuk menulis.
Kerenaaaaaaaaaaaaaa
" Tinta Kita Adalah Suara "


                                                           Bangkalan, September 2016

Friday, August 26, 2016

Ospek Bikin Lengket


Ini adalah tahun kedua di perkuliahan. Sudah menginjak semester ke-3 dan punya adik maba. Terasa cepat sekali waktu berjalan, padahal masih merasa baru kemarin jadi maba dan tau-tau sudah ada adik tingkat. Harus belajar jadi dewasa dan tidak kekanak-kanakan lagi.

Pada awalnya daftar jadi panitia ospek itu cuma sekedar coba-coba saja. Siapa tau bisa terkenal dan punya banyak kenalan maba. Jadi panitia ospek memang sudah cita-cita dari SMA. Karena pas Sma gagal masuk Osis dan gak jadi panitia Mos, jadi sekarang ini dilampiaskan. Daftar panitia Ospek prodi dan rangkap panitia Ospek Fakultas. Tujuannya ya cuma satu "agar terkenal dan punya banyak teman" karena itu sudah cita-cita dari Sma. Namun setelah aku bertemu dengan mereka "kelompok 27" semua itu tak penting lagi. Dapat kumpul dan seru-seruan bareng itu jauh luar biasa dari pada jadi terkenal.

Ospek Fakultas saya daftar jadi L.O atau bisa disebut kakak pembimbing. Itu sudah cita-cita pas masih menjadi Mahasiswa Baru tahun lalu. Semangat sekali daftar L.O, sudah tak sabar punya adik tingkat. Hari H TM itu gugup, seneng, gak sabar, pengen teriak dan lain sebagainya. Campur aduk rasanya. Hari itu, aku dipertemukan dengan adik-adik di lapangan Utama Universitas Trunojoyo. Sekitar pukul tiga sore. Menatap satu-satu adik tingkat yang saya bimbing dan "WOW" banyak sekali cowoknya??? Enam, dan tinggi-tinggi pula kan jadi sungkan ya panggil adik atau suruh ini itu nantinya. Namun, mereka terlihat polos dan pendiam, ya paling tidak itulah kesimpulan pertama saat bertemu dengan mereka. "Kelompok 27 (Alexander Kawilarang)"

Perkenalan, saya seperti biasa "cuek" dan gak banyak senyum karena belum akrab juga. Dan tak disangka mereka banyak bicara sekali, saya sampek bingung ngomongnya. Namun, dari situ saya mulai merasa cocok dengan mereka. Kumpul bahas penugasan pun tidak garing, karena saya juga banyak tingkah dan cerewet. Sesekali mereka pun mengembalikan pembicaraan dengan gurauan.

Ini adalah pertama kalinya saya jadi L.O, punya adik tingkat dan jadi seorang kakak. Tapi saya merasa tak jadi kakak saat bersama mereka, malah seperti teman. Namun mereka tetaplah sopan. Walau sulit menghafal nama mereka satu persatu, alhamdulillah bisa akrab. Semakin hari, kumpul dengan mereka pun semakin seru. Bahagia rasanya bisa melihat mereka bercanda gurau sambil mengerjakan penugasan, mendengar cerita mereka tentang ospek atau melihat mereka makan makanan yang saya pesan. Rasa lapar pun seolah hilang dalam sekejab. Capek pun sirna ketika berkumpul dengan mereka. Dapat tersenyum lebar tiap malam dan menatap mata mereka yang begitu hinar-binar.

Aku tau, meskipun kebanyakan kakak pembimbing akan dilupakan namun aku tetaplah bahagia bertemu mereka dan tak akan melupakan mereka. Aku beruntung dan aku bahagia bisa menjadi L.O untuk kelompok 27 yang seharusnya pada sebelumnya menjadi L.O untuk kelompok 13.

Mereka itu lucu, kompak, gokil, dan juga seru. Walau kadang menyebalkan namun tetaplah yang tersayang. Terimakasih telah mengisi beberapa hari ku dengan senyum manis kalian, menghibur hatiku dengan candaan kalian, menghilangkan kesepianku dengan berkumpul bersama kalian, dan membuat ku tersenyum karena tingkah kalian.
Semangat menjalani Ospek prodi, jangan mengeluh. Ospek hanya satu kali seumur hidup. Jangan kesal, nikmati saja karena nantinya kekesalan kalian akan berubah menjadi sebuah kerinduan. Ospek akan mendekatkan kalian dengan teman-teman, menambah kenalan juga pengalaman dan mungkin dapat bonus seorang gebetan. Karena Ospek memang bikin lengket.

Untuk kelompok 27 Alexander Kawilarang
terimakash telah singgah dalam hidupku selama kurang lebih 4 hari. Maaf tak bisa menjabat tangan kalian saat pelepasan. Sampai jumpa lagi. Semoga hari kalian menyenangkan di Universitas Trunojoyo Madura.

Friday, August 19, 2016

Cerita Dari si Pencerita

Setiap orang punya ceritanya sendiri, bagaimana ia menghabiskan liburannya yang panjang. Dan aku juga punya cerita tentang hal itu.

Enam bulan setelah observasi di semester 1 lalu telah terlewat begitu saja. Dan kini, tugas rutin liburan sudah terlalui kembali. Dua minggu dari potongan libur semester yang berminggu-minggu dihabiskan di Sekolah masa kecil. Taman kanak-kanak. Melewati pagi hingga tengah hari bersama mereka yang baru belajar untuk menuntut ilmu.
Observasi. Tugas wajib liburannya Mahasiswa Pg-Paud Universitas Trunojoyo Madura. Observasi kali ini berjalan sedikit lama dari semester sebelumnya yang hanya 3 hari. Banyak cerita yang bisa didengar, banyak tawa yang bisa dilihat, banyak pelajaran yang bisa didapat dan banyak cinta yang bisa dirasakan.
Pada awalnya semangat masih belum nampak. Tapi karena mendengar cerita dari teman-teman yang bisa ngajar sampai satu bulan, semangat dan ambisi mulai muncul ke permukaan. "kalau mereka bisa, aku juga harus bisa dong" "kalau mereka dapat banyak pelajaran di masyarakat, aku harus lebih banyak lagi"
mungkin pada awalnya, rasa takut atau malas masih menari-nari dikepala. Menghantui pikiran sehingga hilang semangat serta ambisinya. Tapi, karena sebuah tugas dan tanggung jawab. Semua pikiran buruk sirna seiring berjalannya waktu.
Banyak yang mengatakan, anak-anak itu lucu, kebangetan kalau gak suka. Namun, pada kenyataannya aku memang tak suka. Bukan tak suka sebernya, Hanya belum paham dengan mereka. Sebagai seorang mahasiswa yang cuek dan kadang pendiam, agak sulit juga untuk dekat dengan anak kecil. Namun, pada akhirnya aku Memberanikan diri untuk bertanya hal-hal yang sebenarnya tidak penting. Atau memberi pengertian yang bisa dimengerti oleh otak anak kecil. Dan yang pasti Memberi senyuman, agar mereka tak takut lagi.
 Hari pertama masih penyesuaian diri. Belum begitu hafal lagu-lagu yang dinyanyikan di Paud-Paud, padahal sudah empat kali observasi. Hari selanjutnya mulai hafal sedikit dan senyumpun mekar. Satu persatu murid akhirnya mengembalikan senyum yang kuberikan. Mengembalikan pertanyaan yang kulontarkan dengan cerita yang bisa dikatakan panjang kali lebar. Dengan nada polos yang bikin gemes. Bertanya atau mengatakan hal-hal yang membuat tawa para orang dewasa.
Nakal adalah wajar, namun tak perlu disebutkan. Sabar itu harus dibawa saat keluar rumah dan memasuki area Taman Kanak-Kanak.
Mereka yang kutemui adalah Si pencerita yang hebat. Menceritakan dirinya, kesukaannya, hari-harinya atau bahkan tentang orang disekitarnya dengan baik. Ya, itulah anak-anak. Si pencerita, si peniru dan si pelucu. Tingkah mereka yang polos selalu mengundang gelak tawa. Aku senang melihat anak-anak bermain, atau mungkin hanya sekedar melihat mereka mengobrol. Tingkah mereka lucu, hingga hilang pegal dipunggungku. Di Tk, tak hanya anak-anak yang bisa ditemukan. Berbagai macam orang tua dengan karakter yang berbeda pun bisa dilihat. Dari yang tega meninggalkan sang anak di sekolah. Sampai orang tua yang mengawasi anaknya hingga kedalam kelas, karena jika tidak begitu anaknya nanti nangis. Atau mungkin orang tua yang dengan mudah memarahi anaknya.
Dari ibu-ibu yang memang sudah pantas jadi ibu-ibu atau yang masih bisa dikatakan seorang mbak-mbak tapi sudah gendong anak.
Minggu pertama belum begitu hafal nama murid kelas TK A, akrab juga hanya dengan sebagian, itupun rata-rata dengan murid laki-laki. Namun, Semakin hari semakin bersemangat, semakin hafal juga nama murid dan pastinya semakin akrab.
 "Bu Guru," tak hanya di sekolah, panggilan itu juga berlaku di jalan. Ketika salah satu murid berpapasan denganku. Melambaikan tangan dan tersenyum lebar. Lucu juga menggemaskan.

Mengajari anak-anak itu gampang-gampang susah. Ada yang cepet paham, ada pula yang susah banget pahamnya. Bahkan ada juga yang gak mau paham dan akhirnya nangis. Kalau udah gitu, profesionalitas kita sebagai guru di uji. Harus sabar dan tahan amarah.
Tak disangka-sangka semakin hari, aku yang semula tidak begitu suka anak kecil malah jadi suka. Mereka kadang memang bikil jengkel tapi tetap menggemaskan.

Kini, dua minggu sudah berlalu. Banyak hal yang terlewati bersama anak-anak dan guru-guru disana. Juga para orang tua murid pastinya.
Dari menata anak-anak agar dapat berbaris dengan rapih. Menyenandungkan lagu bersama sebagai pembuka dan penutup kegiatan. Menghafal surat-surat pendek atau sekedar lagu-lagu ringan. Tertawa, belajar dan berbagi bersama. Dari belajar mencuci tangan, menyisir rambut sampai belajar mengancing baju. Kemudian menggambar dan menempelkan hasil karya, hingga belajar mengatri sejak usia dini. Di akhir pekan berolahraga bersama.
Walau terkadang sorak soray mereka terdengar berisik, namun kini itulah yang membuat rindu. Rindu saat mereka memberitahu mainan kesukaan atau kegiatan yang dilakukan dirumah masing-masing. Dan pastinya, rindu di panggil Bu. Ria 😂😂

Kini, sudah saatnya menjadi seorang mahasiswa lagi. Kembali menjadi Ria yang terkadang di panggil dek, bukan Bu Ria yang juga akan di panggil kak/mbak karena sudah memiliki adik tingkat.

Terimakasih untuk 2minggunya, TK Nurul Ummah II.
Terimakasih telah menggoreskan cerita manis di penghujung liburan.
Aku akan sangat merindukan mereka, anak-anak TK A yang polos-polos juga anak TK B yang kadang jail tapi tetap lucu dan menyenangkan. Beserta guru-gurunya yang kompak dan baik.
Tak lupa Ibu penjual jajan yang makanan ringannya senantiasa mengisi kekosongan perutku.
Terimakasih, dan semoga dapat bertemu kembali di semester depan.

                           Bojonegoro, 13 Agustus 2016

Friday, July 29, 2016

Kado Ulang Tahun Untuk Fela


Fela masih termenung diranjang. Mama menghampirinya dengan membawa semangkuk bubur  yang ditaruh diatas nampan lengkap dengan susu hangat dan buah-buahan.
“Fe gak mau makan mah,” tolak Fe saat mamanya menyodorkan sesendok bubur untuknya.
“kamu harus makan Fe, biar gak lemes,” bujuk mamah pada Fe yang mulai membelakangi tubuhnya.
“Fe mau tidur,” Fe menghentikan percakapan kemudian mebalut sekujur  tubuhnya dengan selimut tebal motif bunga-bunga warna tosca pembelian alm. Papanya.
Fe tak pernah seperti ini sebelumnya, senyuman manisnya kini tak terlihat lagi. Yang ada hanya wajah muram tanpa masa depan. Fe sudah tidak kuliah semejak bulan lalu. Yang dilakukan gadis berumur 19tahun ini hanya berbaring  diranjang  tanpa melakukan satu hal apapun. Fe menjadi gadis pemurung. Fe yang periang sudah tak ada lagi sekarang.
Mama meninggalkan kamar, dan menaruh nampan yang berisi makanan diatas meja yang berada disebelah kanan tempat tidur. Meja yang bertaplakan kain rajutannya sendiri saat masih duduk dibangku SMP. Fela adalah gadis yang berbakat, sangat pintar dan selalu menjadi dambaan para teman lelakinya. Gadis berambut panjang lurus ini sangat halus dalam berkata, tak pernah sombong dengan kemampuannya. Dan selalu membantu temannya tanpa pamrih. Semenjak Fe keluar dari sekolah, banyak teman-temannya yang menjenguk kerumah. Namun, tak ada satupun yang ditemui Fe. Termasuk kekasihnya. Yuda. Mereka sudah berpacaran semenjak masuk SMA. Orang tua Yuda telah mengenal Fe dengan baik, begitu pun sebaliknya. Namun hubungan mereka terancam kandas, tinggal menunggu waktu yang tepat saja bagi Fe untuk memutuskan hubungan nya dengan Yuda. Karena Fe tak mau lagi mengenal siapun. Gadis keturunan china ini benar-benar depresi saat ini. Ia hanya ingin bertemu dengan satu orang. Angga. Teman laki-lakinya yang tiba-tiba saja menghilang  tanpa jejak setelah memberikan kejutan dihari ulang tahunnya ke19tahun kemarin.
***
“mahhh,” teriak Fe dari dalam kamar dan dengan perlahan bangun dari tempat tidurnya.
“iya Fe? Ada apa?” mama menghampiri dengan wajah agak kebingungan.
“Fe mau jalan-jalan mah”
“kamu serius fe? Mau mama temenin?”
“gak perlu, Fe bisa sendiri kok. Mama bisa bantu Fela sisir rambut fela kesulitan mah,?”
“iya nak, sini mama sisirkan,” mama tampak bahagia sudah lama Fela tak melihat dunia luar, sekarang sudah saat nya ia bangkit dari keterpurukan.
Fela melewati garasi rumah, ia menatap lekat sepeda roda dua yang dulu selalu menemaninya berangkat ke sekolah. Sepeda dengan warna tosca kesukaannya. Butir-butir air mata mulai jatuh dari pelupuk matanya. Dulu, ia sering dibonceng Yuda dengan sepeda ini, berkeliling sekolah menjelang sore. Dua insan muda yang sedang jatuh cinta begitu bahagia menikmati suasana sore berdua. Terkhir kali Fe bertemu Yuda adalah saat ulang tahun Fe ke-19 tahun. Yuda memberikan seperangkat alat lukis. Fe, begitu senang kala itu. Namun benda pemberian Yuda kini sudah berada di gudang, bertemankan tikus-tikus juga kecoa.
Fe berjalan menyusuri taman, ia ingat betul dulu ia selalu menghabiskan sore ditaman ini. Dengan menaiki sepedanya dan membawa buku gambar dan pensil ia melukis ditaman kota dekat rumahnya. Atau sesekali bermain gitar dan membuat lagu. Fe merindukan hal itu. Perlahan Fe duduk dibangku taman, bangku besi itu terasa dingin. Sepertinya kemarin hujan, gumam Fe dalam hati. Ia sangat menikmati suasana sore ditaman kala itu, begitu sejuk duduk santai dibawah pohon besar yang sengaja ditanam. Rumput taman begitu segar dan berwarna hijau, maklum musim hujan. Batu-batuan terapi masih belum berpindah tempat. Namun ketika Fela sedang menikmati panorama taman tiba-tiba seorang anak kecil menghampirinya dan berkata.
“kak Fela?”ucap anak perempuan dengan rambut panjang dikuncir kuda yang memakai dress warna biru muda, cocok dengan kulitnya yang putih bersih dan menghampirinya. Fela menatap lekat anak itu. Tak asing. “angel?” ucap Fela lirih. Gadis kecil itu berganti menatap Fela, ia tampak bingung. Umur anak itu masih 6 tahun, masih polos.
“Kak Fela kenapa? Kok pakai gituan? Itu apa kak?” tanya angel dengan nada polos dan menunjukkan jarinya kearah fela. Fela terdiam lalu tersenyum simpul. Ini sebuah kado ulang tahun dari teman kakak. Gadis kecil itu semakin kebingungan dengan ucapan fela. Fela coba menjelaskan dengan bahasa anak-anak, dan menjelang magrib tiba akhirnya angel paham dengan perkataannya.
“angel, ayo kakak antar pulang? Udah mau magrib,” bujuknya pada angel.
“iya kak,” angel menggandeng tangan Fela. Tampak berbeda dari biasanya. Namun mereka tetap berjalan. Selepas mengantarkan angel Fela memutuskan untuk sholat di masjid.
***
Angin malam begitu menusuk, fela membenarkan mantel dan berjalan menuju kafe dekat masjid tadi. Klingggggg ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dari mamanya, Fela sudah lama tak keluar sendirian, maklum jika mamanya khawatir dengannya. Fela agak kesulitan mengetik sebuah pesan, akhirnya ia menyuruh pegawai dikedai untuk menulis pesannya pada mama.
“terimakasih,” ucap Fela pada pegawai kedai dan mengambil kopi pesanannya kemudian mencari tempat duduk. Pegawai itu tersenyum haru melihat fela, yang memegang kopi dengan agak kesulitan.
Lampu jalan tampak begitu indah dimalam hari, mata gadis itu kini mulai berbinar, berkaca-kaca kemudian menangis sesegukan. Sesekali ia menyeguk kopi hangat yang dipesannya tadi sembari melihat sekeliling kedai. Tak ada yang berubah dikedai ini, masih sama seperti saat terakhir kali ia kemari bersama dengan Angga, sahabat laki-lakinya. Tiba-tiba saja pandangan Fela terhenti pada satu orang yang sedang memesan kopi. Angga? Gumam fela dalam hati kemudian menghampiri lelaki itu perlahan. Dan berkata,
“Angga?” laki-laki didepannya menoleh seketika. Fela tersentak, ini seperti mustahil. Tak pernah ia duga akan bertemu  Angga disini. Namun, lelaki yang dipanggil Angga itu mengelak. Ia tak mengaku bahwa pernah mengenal Fela. Laki-laki itu dengan sekejap lari dari kafe dan meninggalkan pesanannya. Fela coba mengejar, tapi apa daya ia hanyalah seorang gadis. Dan dengan perasaan berkecamuk ia kembali ke dalam kafe. Fela menangis, tak peduli dengan orang-orang disekitarnya.
Pertemuannya dengan Angga tadi mengingatkannya dengan kejadian beberapa bulan lalu saat ulang tahunnya ke-19. Angga adalah sahabat Fela, bahkan Anggalah yang mengenalkan Fela dengan Yuda, kekasihnya sekarang. Angga sudah seperti saudara bagi Fela, namun ia tak pernah menduga Angga akan melakukan hal itu pada fela. Bercandaan Angga benar-benar keterlaluan kali ini.
Pagi diumur ke-19 tahun Fela pikir akan berjalan indah, mendapat kejutan dari teman dekatnya yang tak akan terlupakan. Ya, Angga selalu memberikan kejutan diulang tahun Fela, kejutan yang berbeda pula tiap tahunnya. dan memang kejutan kali ini memang benar-benar berbeda tak akan bisa dilupakan fela seumur hidup.
Pagi itu Angga kerumah Fela dan mengajak Fela pergi ke suatu tempat, tempat yang begitu sepi. Dan dengan sigap Angga menali kencang-kencang pergelangan tangan Fela di pohon. Begitu erat hingga Fela sulit melepasnya. Angga menyiram Fela dengan Tepung terigu dan telur, setelah puas Angga meninggalkan Fela disana sendirian, ditempat yang jauh dan sepi. Fela tau Angga hanya bercanda saat itu, dan maksudnya juga tidak jahat. Karena Angga memang ingin memberi kejutan untuk Fela di ulang tahunnya yang ke-19. Angga mengira tali nya tak begitu kencang dan Fela akan mudah melepasnya, namun ternyata tidak. Ikatan itu begitu kencang, hingga aliran darah Fela tak lancar. Sampai sore tiba Fela tak bisa melepas ikatan itu, hingga tangannya mulai membiru, bahkan berubah menjadi ungu kecoklatan. Fela lemas, ia hampir pingsan, namun sebelum pingsan ia melihat seorang laki-laki datang. Wajahnya tak begitu jelas. ketika Fela terbangun ia sudah berada dirumah sakit dengan kedua tangannya yang sudah diamputasi karena sudah benar-benar membiru.
Melihat kedua tangannya diamputasi Fela sangat tekejut. Ia menangis tersedu-sedu. bagaima tidak, Fela adalah seorang Pianis, ia banyak mendapat kejuaraan. Fela juga seorang pelukis, lukisannya sudah banyak yang dipamerkan. Merajut adalah hobinya. Ia juga senang bersepeda. Dan sekarang ia tak bisa melakukan semua itu. Hidupnya terasa benar-benar hancur. Sampai suatu ketika seseorang mengirimkan tangan palsu untuknya. Ada sebuah titik cerah, namun fela masih tak begitu bahagia.
Semenjak kejadian itu Angga tak pernah muncul dalam hidupnya. Berkunjung dirumahpun tidak sama sekali. Fela sempat membencinya, namun setelah hari ini ia melihat wajah Angga yang tampak ketakutan dan tampak sangat bersalah dengan semua yang telah ia perbuat. Fela tak lagi merisaukan hal ini. Lagi pula ia sudah memiliki tangan palsu yang dikirkan seorang malaikat untuknya. Malaikat yang sangat baik padanya.
***
Fela menunduk lesu dibangku kafe. Tiba-tiba seorang memegang pundaknya dari belakang. “Angga”. Ucap fela lirih. Wajah pemuda itu terlihat sangat bersalah, dengan mata yang sembab dan memerah.

----Terimaksih----

Menanti Harapan



“Huaaaaaaaa huaaaaaaaa mami aku pengen martabak, mami aku pengen martabakkkk huaaaaaaaaa” rengek adik keponakan ku pada ibunya. Lagi-lagi pengen martabak. Pasti nanti gue yang  disuruh beli. Mana kagak ada motor lagi. Keluh gue dalam hati.
“bachtiar, kamu gak ada kerjaan kan? Tolong  mbak ya, beli in martabak. Ini uangnya, soalnya mbak lagi masak gakmungkin ditinggal. Lagi pula mbak masak juga buat kamu kan”
“duh mbak kagak ada motor, gue mau naek ape mbak”
“jalan aja gak apa-apa, kan deket, sekalian jalan-jalan sore juga” pinta mbak Dila  sembari menyodorkan selembar uang lima puluh ribu. Gue Cuma mengangguk, yahh mau gimana lagi.
***
Gue langsung otw, melewati jalan setapak yang dulu sering gue lewati sama kawan terbaik gue. Gue sering ngabisin waktu sama dia. Nongkrong, main PS, atau main futsal sama-sama. Berbagi tawa, berbagi keceriaan, juga berbagi cerita. Tiap menit, tiap detik, kita selalu main bersama. Tak ada pacar, jadi tak ada yang mengekang. Ya, maklum lah masih SMP. Belum boleh pacaran.
“yar” ya, tiga huruf belakang dari nama panggilan gue “Bachtiar”. Adalah kawan pertama yang manggil gue dengan panggilan itu. Kawan yang pertama mau bermain sama gue. Kawan pertama yang manggiil gue dengan panggilan “yar” dan mungkin satu-satunya, karena teman lain sering memanggil dengan panggilan “kento”. Ya, kento atau bisa diartikan Waloh dalam bahasa jawa, atau jika dalam bahasa indonesia diartikan Labu. Dia adalah Arik, kawan pertama dan mungkin juga kawan terbaik satu-satunya saat  sekolah dulu. Kami sangat dekat, begitu dekat, bahkan sangat dekat. Kami juga sering adu gulat bersama dirumah. Dan tentunya gue yang menang, karena badan Arik lebih kecil dari badan gue. Namun, mungkin jika sekarang ditantang adu gulat dengannya lagi, sepertinya gue yang kalah karena gue kurusan sekarang. Bahkan bisa dikatakan krempeng, kurus kering.
“pyar” gue berhenti. seperti terdengar suara benda jatuh, gue melihat kebawah. Mencari-cari asal suara. shock. Ternyata ponsel gue yang jatuh. Kurogoh saku jaket. “Bolong”.  Plakk... gue tabok  jidat sendiri. Duh, kenapa selalu ceroboh begini? gue bahkan lupa kalau saku jaket gue bolong. Tiar.. tiar... gumamku sendiri dalam hati. Lupakan saku yang bolong. gue menatap layar ponsel, syukurlah masih menyala.
“klinggg” pesan masuk. Segera kuarahkan jempol menyentuh gambar amplop di layar ponsel touch screen yang baru gue beli bulan lalu dengan gaji gue sebagai Operator Produksi disalah satu pabrik. Dari nomor baru rupanya. Tak begitu panjang pesannya. Gue mulai membaca, dan ketika sampai diujung pesan mataku terbelalak “dari arik” ha? Sudah lama kami tak saling mengirim pesan, dan sekarang tiba-tiba ia mengirim sebuah pesan ke gue. mengapa bisa kebetulan begini, tadi baru saja dibicarakan dalam hati. Sekarang ia malah mengirim sebuah pesan.
Tiba-tiba pikiranku melayang, menerawang jauh persahabatan gue dengan arik dulu.persahabatan yang terjalin begitu baik. Persabatan yang gue fikir akan langgeng sampai kami memiliki pekerjaan, pasangan, bahkan sampai kami menjadi kakek-kakek yang tua dan renta. Namun, karena kesalahan gue persahabatan kami rusak. Jadi teringat pas gue masih SMP dulu.
***
Maret 2007
Gue masih bersantai, duduk manis dibangku belakang ruang kelas sembari membaca komik. Ya, hal itu memnag sering gue lakukan ketika jam istirahat, disaat anak laki-laki lain bermain bola dilapangan atau menggoda teman-teman perempuannya gue malah asik baca komik. Disaat anak laki-laki lain menghabiskan jam istirahat di kantin gue malah menghabiskan waktu dikelas. Ya, gue ini jarang kekantin. Bahkan bisa dikatakan sangat jarang. Gue gak suka kantin yang ramai. Berisik ditelinga. Berdesak-desakan dengan anak lain untuk membeli makanan. Bahkan jika anak laki-laki lain sangat senang akan hal itu karenamen dapat kesempatan emas berdekatan dengan anak-anak perempuan gua malah kagak suka, gak suka sama sekali. Dan untunglah gue punya teman yang baik dan pengertian. Siapa lagi kalau bukan Arik sahabat gue satu-satunya. Arik selalu beliin makanan ringan pas dia pergi kekantin. Namun, kadang gue gantian beliin dia, masak iya dia terus yang beliin gue. Ya keles meski pun kita sangat dekat, tapi tetep harus ada sungkan dong masalah gituan. Tapi saat kantin sudah agak sepi pembeli pastinya.
“yar, ni aku udah dapet snacknya.” Arik melempar makanannya kearahku. Sembari menghampiri. Hab dengan lihai gue tangkap se-kresek snack yang sudah dibelikan Arik. “Thanks brohh” kataku padanya lalu membuka kresek yang berisi bermacam snack favorit gue. “matap broh, yuk makan” ajak gue ke arik.
“meonggggggg” lamunan gue buyar. Dan ternyata dari tadi gue berdiri di tengan jalan. Untung aja bukan ditengah jalan raya, kalo iya bisa ditabrak gue. Mati dong, wah parah. Gue lanjut jalan, sampai dijalan raya gue berhenti, menunggu rambu lalu lintas berubah warna jadi merah berapi-api. Tapi gue gak ikut berapi-api kok. Jadi inget Arik lagi, dulu gue hampir ketabrak truk pas mau nyabrang. Tapi untunglah ada Arik yang dengan sigap narik tangan gue. Dan gue gak jadi nyabrang dan gak jadi dapet tiket kealam kematian. Ya, gue huntang nyawa sama Arik.
Rambu lalu lintas sudah merah, gue segera menyabrang jalan raya.
Dukkkkkkk!
“kampretttt siapa ni yang maen bola gak tau aturan? Gak tau aturan ape ni bocah? Kagak pernah nonton bola apa yakkkk?” omelku pas sampai disebrang jalan.
“waduh, maap bang maap kite orang gak sengaja. Maap bang jangan laporin ke mak kita” kata salah satu anak padaku.
“waduh, siapa juga yang mau ngelaporin ke makk lu? Lu pikir gue siape lu? Kenal sama mak lu aja kagak. Dasar bocah. Udah sana maen bola yang bener. Ati-ati” kataku sembari meninggalkan sekerumunan bocah-bocah tadi. Bayang-bayang sahabat gue Arik pun muncul lagi. Ini yang paling membekas dalam hidup gue. Bahkan seumur hidup gue. Rasanya pengen gue pukul diri gue sendiri sampai babak belur waktu itu.
***
April 2012
Saat ini mungkin terakhir kali gue maen sama Arik. Terakhir kali gue ketemu sama Arik. Terakhir kali Arik ngangge gue sebagai sahabatnya. Gue tau yang gue lakuin ketika itu keterlaluan, bercanda gue keterlaluan. Semenjak hari ini gue gak lihat lagi senyuman manis Arik, senyuman yang bisa bikin cewek pada klepek-klepek sama dia. Pas gue kerumahnya dia bahkan gak mau natap gue, gakmau bicara semenitpun sama gue. Wajahnya penuh kebencian. Semuanya gara-gara gue. Coba saat itu gue gak main-main, gak bakal seperti ini akhirnya. Semuanya berawal pas gue lagi main futsal dilapangan SMA sama Arik. Tendang-tendangan bola. Dan gak sengaja bolague kena mata Arik, keras banget, gue gak sengaja. Bener-bener gak sengaja. Gue gak tau kalau bakal sefatal ini jadinya. Arik buta warna gara-gara kena senteran bola dari gue. Dia gagal daftar polisi gara-gara gue. Cita-citanya sedari SMP. Cita-cita yang sangat ia idam-idamkan. Dan kandas gara-gara gue.
Arik salah temanan sama gue. Gara-gara gue, dia gak bisa mewujudkan cita-citanya. Dan yang paling menbuat gue merasa bersalah seumur hidup adalah, gue gak pernah bilang maaf sama Arik. Gue payah, penakut, gak jentel. Gue gak berni minta maaf sama arik. Setelah mendengar Arik buta warna gue shock, sampai sejauh itu akibat dari senteran bola gue.
***
Lulus SMA gue gak lanjut kuliah, gue kerja dipabrik. Gak adil banget kalau gue kuliah. Tapi Arik gak bisa ngelanjutin cita-citanya. Hari ini, setelah empat tahun tanpa kabar, tiba-tiba Arik mengirim sebuah pesan kegue. Dalam pesannya dia bilang pengen ketemu gue dikedai kopi tempat kita sering nongkrong bareng dulu. Pukul 19.00 WIB. Empat tahun tak bertemu dan tak saling memberi kabar,karena setelah kejadian itu gue menghindar dari Arik, gue gak sanggup. Gue putuskan ganti nomor. dan tak pernah gue duga arik punya nomor gue yang baru. Jujur gue pengen ketemu Arik dan bilang maaf sama dia. Kata-kata yang dari dulu sulit gue muntahkan dari dalam mulut.
Arik gimana kabar dia sekarang? Empat tahun tak bertemu, melanjutkan dimana dia? Kuliahkah? Atau kerja? Gue lihat jam tangan yang dibelikan pacar gue 3bulan lalu. Sudah hampir magrib. Gue percepat langkah kaki gue. Segera gue pesen martabak buat ponakan gue yang lagi nangis dirumah. Agar gue bisa cepet-cepet ketemu kawan lama gue, dan bilang “maaf” ke dia. Satu Kata yang penuh harapan buat gue. Harapan agar persahabatan gue sama Arik dulu, bisa terjalin indah lagi.


*cerpen ini ter inspirasi dari kisah salah seorang teman. Tidak 100% sama persis, hanya beberapa. Ditulis kira-kira saat saya akan naik kelas 3 SMA

Sunday, July 17, 2016

Tunggu Aku Kembali

*cerpen karangan kelas 2 SMA


Aku masih termenung sendiri, di ruang yang tiada bunyi. Hari masih pagi, namun aku telah sampai di sekolah. Ya, ini adalah kebiasanku. Berangkat pagi. Berangkat pagi memang kegemaranku. Aku senang, karena sekolah masih sepi dan aku bisa tenang disini. Tanpa banyak suara. Tanpa banyak gangguan. Dan tanpa banyak tekanan. Aku, adalah pribadi yang tak banyak bicara. Ya, mungkin karena aku tak banyak bicara, aku tak memiliki banyak teman. Bahkan dengan teman satu bangkuku pun aku jarang mengobrol. Aku juga tak memiliki nomor ponselnya. Mungkin anak satu kelas tak ada yang memiliki nomor ponselku. Apakah duniaku hampa? Tidak. Tapi banyak orang berfikir bahwa duniaku ini hampa. Namun pada kenyataannya tak seperti itu. Aku senang membaca buku. Aku selalu ke perpustakaan setiap jam istirahat. Aku tak pernah ke kantin. Karena di kantin sangatlah ramai. Aku sangat tak menyukai itu. Perpustakaan lebih menyenangkan. Ketenangannya membuatku nyaman. Dan buku yang kubaca membuat duniaku tak lagi hampa.
Putry Adinda. Ya, itulah namaku. Aku adalah seorang gadis berambut panjang. Tapi, aku lebih suka mengikat rambutku ini. Ya. mengikatnya erat-erat dengan kuncir warna biruku. Berkulit putih, dan aku juga lumayan tinggi. Tapi aku selalu menolak ketika di pilih untuk menjadi anggota paskibraka. Bukan karena aku takut kulitku menjadi hitam, namun aku tak menyukainya. Enatah mengapa aku pun tak tau.
Tak ku sangka, jam dinding telah menunjukan pukul setengah tujuh. Namun anak-anak belum ada yang datang. “Kreek” tiba-tiba pintu ruang kelas itu bergeser. “Putra”, gumamku dalam hati. Dia sudah datang tenyata. Ini tak seperti biasa. Dia hampir selalu datang terlambat setiap hari.
“wohh, put kau sudah datang rupanya. Apa kau datang pagi setiap harinya?”
“Hemm... ya”jawabku singkat
“oh, begitu ya,  apa teman-teman belum ada yang datang?” dia mencoba basa-basi
“seperti yang kau lihat”
“oh, begitu rupanya? Baiklah”
Aku selalu menjawab pertanyaan yang orang lontarkan padaku dengan singkat. Sekali lagi aku bukanlah pribadi yang banyak bicara. Aku hanya berbicara saat ada hal penting saja. Seperti presentasi tugas sekolah. Itu penyebabnya aku jarang memiliki teman.
Satu per satu murid sekelasku mulai berdatangan. Dan pelajaran pun dimulai. Kali ini pelajaran bhs.inggris. aku senang dengan pelajaran ini. Karena aku ingin sekali pergi ke luar negeri, meninggalkan rumah paman dan bibiku. Aku adalah anak yatim piatu. Aku telah ditinggalkan ayah dan ibuku semenjak lulus SD. Kemudian aku dirawat oleh paman dan istrinya, mereka berdua baik kepadaku. Mungkin karena mereka tidak memiliki seorang anak. Aku dianggap seperti anaknya sendiri, semua yang aku inginkan selalu mereka turuti. Namun aku tidaklah bahagia karena hal itu. Keluarga mereka tidak begitu harmonis. Paman dan bibi selalu bertengkar setiap hari. Itu membuatku tertekan. Setiap aku ingin memberi solusi, mereka selalu menyuruhku untuk diam. Oleh karena itu, sejak SMP sampai sekarang aku tak banyak bicara. Karna aku takut apa yang kukatakan itu salah.
“putry!!!” tiba-tiba aku mendengar suara.
“putry” suara itu terdengar lagi. Itu suara Mss. Jully.
“yes mis?” aku menjawabnya dengan suara lirih.
“apa yang sedang kau lamunkan ha?”
“tidak, tidak ada”
“keluar!!”
“apa?”
“dari pada kamu tidak fokus dengan materi yang saya berikan, lebih baik kamu keluar” miss. Jully menunjuk ke arah luar
“yes miss” ini adalah hal yang sudah biasa, dikeluarkan dari kelas karena sering melamun. Namun biarpun begitu, aku tetap menyukai pelajaran bhs.inggris.
“hay put” tiba-tiba putra keluar dari kelas.
“apa yang kau lakukan di sini?” tanyaku penasaran
“seperti yang kau lihat, aku saat ini sedang di hukum, sama sepertimu.” Dia tersenyum padaku. Aku tak lagi menjawabnya. Aku hanya diam.
***
Teng... teng... tepat pukul 2 bel sekolah berbunyi.
“put, putry, tunggu” tiba-tiba seseorang memanggilku dari belakang. Aku spontan menoleh. “Putra” gumamku. Kenapa akhir-akhir ini dia selalu mengikutiku? Ini membuatku tak nyaman.
“ada apa?” tanyaku pelan
“bolehkah aku.....”
“apa? Boleh apa? Cepatlah berbicara, aku ingin segara pulang.
“em... meminjam buku sejarahmu. Ya buku sejarah. Karena catatan ku masih kurang”
“ou, ini” aku mengulurkan buku sejarah milikku ke tangannya.
“ok terima kasih. Emm.. put bo..”  belum selesai dia berbicara aku telah meninggalkannya. Karena aku tau dia ingin mengatakan apa. Dia ingin mengantarku pulang. Hampir setiap hari dia mengatakan itu, namun selalu aku menolaknya.
***
Aku melirik jam tangan kecil warna biruku. Jarum jam itu telah menujukkan pukul 15.05 WIB. Tapi, aku tak kunjung mendapatkan bus. Kaki kecilku telah merengek ingin istirahat. Sudah 1 jam lebih aku menunggu angkutan umum. Namun tiba-tiba mataku terpacu kepada satu titik di kejauhan sana. Aku melihat seorang pria. Aku seperti mengenalnya. Namun wajahnya tak begitu jelas karna tertutup oleh helm putih di kepalanya.
“ hay put, kau masih disini rupanya. Mau kuantarkan pulang?” tiba-tiba pria itu mengajakku untuk pulang dengannya.
“maaf kau ini siapa? Aku bahkan tak mengenalmu” jawabku sinis
“apa? Kau tak mengenalku? Aku putra. Teman satu kelasmu.” Tangannya memegang helm di kepalanya dan membukanya. Aku hanya bisa terdiam tak dapat berkata apa-apa. Aku malu. Sangat malu. spontan aku menundukkan kepalaku.
“tak apa. Kau tak usah malu. Aku tau aku tampak lebih keren saat mengendarai motor, itu sebabnya kau tak mengenaliku”
“Aku tak malu? Sama sekali tidak. Em.. tapi aku bisa pulang naik bus, aku yakin bus akan segera datang.” Tiba-tiba dari arah yang sama bus yang kutunggu datang. Tanpa pikir panjang, langsung kuarahkan kakiku menginjak pancatan bis itu. Kutinggalkan putra di sana. Di depan sekolah.
“Assalamualaikum.. bibi aku pulang” aku membuka pintu rumah dan melepas sepatu hitam ku.
“putry, kau sudah pulang rupanya. Ini bibi masakan lumpia kesukaanmu”
“terima kasih bi, aku akan memakannya ketika selesai ganti baju nanti” aku segera masuk ke kamarku. Kulihat ponselku. Ada satu pesan yang masuk. Aku mulai membukanya. Nomornya tak ku kenali. Siapa ini?
“hai putry, aku harap kau sampai rumah dengan Selamat”
Aku tak menghiraukan pesan itu, aku meletakkan poselku ke tempat tidurku. Dan aku segera makan. Rupanya waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam. Aku segera masuk kamar dan belajar. Dredd.... Dredd.... tiba-tiba ponselku bergetar. Aku segera membukanya. Pesan dari nomor itu lagi?
“belajarlah ya, fighting” siapa ini? Gumamku. Aku tak membalasnya.
***
Kring... kring...
Jam wekerku telah berbunyi, jarum kecil itu menunjukkan pukul setengah 5 pagi, aku segera mengambil air wudhu dan sholat subuh. Pukul 6 aku berangkat. Kakiku melangkah menuju kelas. Kelas XII IPS 2. Pagi ini pelajaran geografi. Hari ini pr geografi banyak sekali. Tapi aku sudah menyelesaikannya semalam. Jadi aku bisa santai pagi ini. Aku mulai memegang gagang pintu kelasku. Kudorong pintu itu perlahan-lahan.
“duarrrr”.
“huaaaaaa” aku meloncat dan berteriak.
“apa kau terkejut?” putra? Dia sudah datang? Gumamku.
“apa yang kau lakukan? Kau membuatku terkejut”.
“maaafkan aku. Emm.. aku hanya mau mengembalikan ini” dia menjulurkan buku sejarah yang dia pinjam kemarin.
“oh, ya”.
“bolehkah aku duduk di sampingmu? Untuk hari ini saja. Plisss” apa yang dia pikirkan saat ini? Sikap nya begitu aneh. Namun apa boleh buat. Tampangnya begitu memelas. Aku tak tega menolaknya.
“baiklah”.
Pelajaran telah dimulai. Namun putra tak berhenti berkecap. Dia selalu mengajakku berbicara. Tapi aku tak meresponnya. Namun, tetap saja aku dihukum karenanya. Aku harus keluar kelas.
“apa kau sudah puas sekarang? Sekarang kita berdua dihukum.” Sentakku.
“maafkan aku, aku hanya sangat gembira, karena aku bisa bersamamu saat ini. Oh ya, kenapa kau tak membalas pesan dariku?”.
“kau tidak memberi nama, jadi tak ku balas”.
“apakah jika aku memberi nama, kau akan membalasnya?”.
“jika itu tidak penting, aku tak akan membalasnya”.
“ouh.. sudah kuduga. Emm.. put bolehkah aku mengantarkan mu pulang? Kali ini saja. Kumohon. Pliiss.” Aku terdiam. Kata itu lagi yang dia lontarkan padaku. Aku tak kuasa menolaknya. Akhirnya aku menerima ajakannya.
  Teng... teng...
Bel pulang telah berbunyi. Hari ini putra mengantarkanku pulang untuk pertama kalinya. Namun, ketika di perjalanan, dia melewati rumahku.
“hey, stop, itu yang tadi kau lewati rumahku. Stop!” aku menepuk pundaknya.
“hem.. ya i know. Tapi hari ini aku ingin mengajakmu jalan-jalan dulu ya. Ok”.
“apa? Kenapa kau tak mengatakan padaku tadi?”
“tapi, yang penting kan aku sekarang bilang”
“Ish”
Ayo turun, kita sudah sampai. Mataku tak bisa berkedip. Ini, ini adalah tempat yang ingin aku datangi. Aquarium. Aku sudah lama ingin melihat ini. Tapi aku tak punya uang. Karena untuk masuk, biayanya cukup mahal. “ayo” putra menggandeng tanganku. Dan menarikku kedalam.
“kenapa kau bawa aku kesini? Kau tau kan untuk masuk kesini cukup mahal? Aku tak mau, aku keluar saja.”
“tunggu, apa kau tak menghargaiku? Aku ingin sekali mengajakmu kemari. Aku tau, kau juga ingin kesini kan? Ayolah, kumohon. Ya..?”
“aish,, tap...”
“sudahlah ayo” 2 jam aku dan putra berada di sana, aku senang, sangat senang. Aku tak pernah menyangka, datang kemari dengan dirinya. Pukul 5 sore aku pulang. Putra mengantarkankanku sampai rumah.
“terimakasih, karna kau mau menerima ajakanku. Apa kau senang?”
“em.. ya, aku senang, sangat senang. Terimakasih, sampai jumpa besok”

Kring... kring...
Perlahan kubuka mata yang penuh dengan kotoran ini. Aku melirik jam wekerku. Jarum pendek itu menunjuk ke angka 7 sementara jarum panjang panjang menunjuk di angka 10. “kyaaaaa” keheningan rumah. Tin... tin... tiba-tiba aku mendengar bunyi klakson dari depan rumah. Aku segera menengoknya. “Putra” gumamku.
“hy Put, apa kau baru bangun?”
“oh, itu? Emm.. iya”
“ya sudah kalau begeti cepat mandi, kenapa masih di depan pintu? Kita bisa telat?”
“oh iya” aku segera berlari
***
Kukuruyukk...
Aku membuka mataku perlahan, aku melirik jam weker di sebelahku.
Hari ini nilai ujian nasional diumumkan. Aku berdoa semoga nilaiku baik dan aku dapat diterima di salah satu universitas di Kanada. Dan ternyata aku diterima. Aku mendapat beasiswa. Terima kasih Ya Allah. Kau telah mengabulkan doaku selama ini. Terima kasih.
Dredd... Dredd...
Tiba ponselku bergetar. Ada satu pesan. Dari putra.
“put. Bisakah kita bertemu di taman sekolah sekarang? Aku menunggumu” aku segera berlari menemui putra. Kulihat dia telah berdiri sendiri disana.
“putra?”aku memanggilnya lirih. Perlahan dia membalikkan badan.
“kau sudah datang? Selamat ya. Kau akan pergi ke kanada. Aku turut bahagia. Sekali lagi selamat atas keberhasilanmu”
“putra?”.
“ya”.
“itu sajakah yang kau sampaikan? Tak ada lagi?”.
“ya, itu saja” dia pergi. Ya pergi dari hadapanku. Hanya itu sajakah yang dia sampaikan? Kau? Aku kira kau ingin megatakan bahwa kau mencintaiku? Tapi? Aku salah? Kenapa kau seakan-akan memberiku harapan selama ini? Perlahan mataku mulai basah. Butir-butir air mata ini mulai berjatuhan. Dalam hati aku berteriak “aku mencintai mu”. Sangat mencintaimu. Apakah kau tak mencintaiku? Lalu kenapa kau selama ini mendekatiku? Kau bilang kau bahagia saat bersama denganku? Tapi? Kenapa kau? Pertanyaan-pertanyaan itu menghantui pikiranku. Perlahan aku menggerakkan kakiku untuk pergi dari taman. Berat bagiku. Meninggalkan kenangan-kenangan itu. Taukah kau. Kau adalah cinta pertamaku. Aku tak pernah merasakan ini sebelumnya. Karena kau aku merasakan kebahagiaan jatuh cinta. Tapi karena kau pula aku merasakan sakitnya patah hati. Kenapa??
***
Hari ini, aku pergi ke Kanada. Meninggalkan paman dan bibiku. Ayah, ibu, aku pergi, pergi ke Kanada. Tempat yang ingin aku datangi sejak dulu. Terima kasih Ya Allah.
Dredd... dredd...
Tiba-tiba ponselku bergetar. Ada satu pesan. Aku membacanya sebelum masuk ke pesawat.
“untuk putry, selamat atas keberhasilanmu. Aku harap kau serius dengan studymu disana. Sekali lagi aku turut bahagia. Putry maafkan aku, yang tak memiliki nyali untuk berbicara langsung di hadapanmu saat itu. aku hanya ingin mengatakan. Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Maafkan aku baru mengatakannya sekarang. Karena aku takut. Aku takut. Ya aku memang pria yang payah. Maafkan aku. Semoga kau memaafkanku.
Apakah kau tau? Saat ini aku telah di terima di universitas. Terima kasih, ini semua berkatmu. Kau yang mengajariku. Tanpamu mungkin aku saat ini hanyalah seorang pengangguran.
Putry Aku akan selalu menunggumu kembali ke Indonesia, aku ingin mengungkapkan perasaanku ini secara langsung. Dihadapanmu.
Terima kasih kau telah mengajariku ekonomi, karena kau, aku dapat mengihitung besarnya cintaku padamu. kau juga mengajariku geografi, dan kini aku tau diman letak geografis cintaku. Yaitu Kanada-Indonesia.. aku menunggumu disini.”
Putra

Perlahan airmata ku mulai jatuh. Jatuh membasahi surat pemberian putra. Kenapa? Kenapa kau tak mengatakan ini sejak dulu? Apakah kau tau ? Aku menunggu kata-kata ini. Tunggu aku. Tunggu aku kembali. 

Dimanakah Takdir Itu

*cerpen karangan kelas 2 SMA


 Mentari mulai menyinari bumi, aku terbangun. Mataku masih tertutup oleh belek. kulihat kursi yang berada di taman rumah, kursi yang senantiasa kududuki bersama Yanuar kekasihku dulu di SMA. Tapi sekarang aku sudah mulai melupakannya. Kami memutuskan untuk berpisah, karena menurut Yanuar aku terlalu egois, aku tak pernah memikirkan perasaan orang lain. Aku sangat membencinya, kenapa dia tak dapat mengerti aku, aku memang seperti itu. Beberapa bulan setelah aku berpisah dengannya, Yanuar telah menemukan penggantiku. Ya . dia adalah Elly. Gadis yang satu angkatan denganku dan Yanuar. Dia adalah gadis IPA. Dari gosip yang aku dengar, dia adalah gadis yang lemah lembut, dan berprestasi di kelasnya. Orang tuanya kaya, dan ia tak sombong. Tapi, aku tak percaya dengan semua itu. Bisa jadi, selama ini dia hanya berakting. Siapa yang tau? Terkadang aku bingung dengan  Yanuar apa kurangnya aku? Akujuga berprestasi di kelas IPS1?
***
Suara kokok ayam membuatku terjaga dari lamunan.
 “Apaaaaa!!!! Sudah jam setengah tujuh?!” kataku dengan nada keras.
Aku segera beranjak dari tempat tidur, tempat tidur dengan kasur yang sangat empuk, sehingga membuatku kesiangan, karena tidur di kasur empuk itu sangat nyaman. Aku baru saja membelinya dengan gaji pertamaku. Baru satu bulan aku bekerja. Aku belum pernah terlambat bekerja sebelumnya. Bagaimana ini? Bagaimana kalau aku di merahi dan di pecat? Ah... tidak, tidak, mana mungkin aku akan di pecat? Aku baru terlambat satu kali saja?! Aku segera berangkat. Aku tidak mau terlambat lebih lama lagi.
Betapa terkejutnya aku ketika sampai dan melihat tempat kerjaku sudah hangus di lahap si jago merah.
“ Ada apa ini? apa yang terjadi un?” aku segera menghampiri temanku undur.
“ kantor kita terbakar jam enam pagi tadi, walaupun tidak semuanya terbakar, namun perusahaan kita rugi besar”  jelas undur  “ mungkin sebagian dari kita akan di PHK” lanjutnya.
***
Hari masih berlanjut. Aku harus kembali bekerja hari ini. Meskipun aku tidak tau apa yang akan terjadi padaku, tapi aku tetap masuk kerja. Aku segera mengambil tas warna biru mudaku. Itu adalah tas kesayanganku. Aku membeli itu bersama mama dan papa di korea, saat masih duduk di bangku SMA. Tapi, sekarang aku tak dapat lagi membeli barang bersama dengan mama dan papa. Mereka berdua sudah meninggal. Itu karna kesalahanku. Aku menyuruh mereka segera pulang dari hongkong. Agar mama dan papa dapat melihat wisudaku. Tapi sesuatu yang buruk terjadipada mereka. Pesawat yang mereka naiki jatuh.
Aku segera berangkat. Di kantor aku mendapati  barang-barangku yang sudah di kemas oleh teman-temanku.
“apa yang terjadi? Kenapa barang-barangku di taruh di kardus?” tanyaku pada rekan kerjaku.
“sa.... kau telah di PHK “ jawab salah satu rekan kerjaku.
“apa? Aku? Dipecat?! Apa kau sedang bercanda ha? Aku tidak sedang ulang tahun hari ini”
“kami tidak bercanda sa, kau benar-benar telah dipecat”
“ kenapa harus aku? Aku tidak pernah berbuat salah sebelumnya. Kerjaku juga cukup bagus???”
“ perusahaan sudah bangkrut jadi terpaksa kau di pecat, takutnya perusahaaan tidak dapat menggajimu sa” lanjutnya. Aku hanya bisa terdiam sejenak. Aku masih tak percaya. Bagaimana bisa? Aku? Di pecat? Aku segera menyalakan motorku. Aku tidak ingin berlama-lama di sana. Aku harus segera mencari pekerjaan baru. Tapi apa? Apa yang bisa kulakukan? Mencari pekerjaan lagi sangatlah sulit. Yang ada di pikiranku sekarang ini adalah tidak melakukan apa-apa. Ya hanya itu yang bisa kulakukan saat ini. Tapi aku tak boleh menyerah begitu saja. Aku akan memikirkan ini dirumah . siapa tau aku akan mendapat insipirasi di sana.
***
Tak ada inspirasi. Apakah aku akan menjadi seorang yang pengangguran? Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Tiba-tiba aku terfikir sesuatu. Aku mempunyai banyak barang yang aku beli saat kuliah dulu. bagaimana kalau itu ku jual? Barang juga masih bagus. Pasti akan banyak anak muda yang mau membelinya.
***
Burung sudah mulai berkicauan. Langit biru menyambut pagiku hari ini. Aku segera mengemas-ngemasi barang yang akan ku jual hari ini. Semoga saja berhasil. Hari ini aku putuskan untuk berjualan di pinggir-pinggir jalan. Tapi tak seperti yang ku harapkan. Tak ada yang membeli satupun barang yang ku jual. Aku memutuskan untuk pindah tempat. Aku menuju kesebuah sekolah menengah atas. Para siswi itu pasti menyukai pernak-pernik  milikku. Dan hasilnya. Lumayan,  pernak-pernikku banyak yang terjual.
Namun hidupku tak selancar itu, pada hari ketujuh, seorang satpam sekolah menghampiriku dan berkata.
“ maaf mbak Anda tidak boleh berjualan di sini” tegas satpam itu kepadaku.
“ apa ? kenapa? Kenapa begitu?” tanyaku bingung.
“ ini sudah peraturan!!! Sana pergi!! Sebelum anda saya seret. Cepat pergi!!”
“ iya saya akan segera pergi kok pak” ujarku kesal.
Aku terus berjalan tanpa tujuan, aku bingung. Apa yang harus kulakukan? Tiba-tiba salah satu barang daganganku terjatuh didepan sebuah emperan toko. Namun, ketika aku hendak mengambilnya seseorang telah mengambilnya terlebih dahulu. Dia seorang pemuda. Kulitnya putih, badanya tinggi, dan dia berkacamata. “Yanuar” sentakku dalam hati. Pria itu tampak seperti Yanuar. Apa yang harus aku lakukan? Aku merasa malu, karna bertemu dengannya dalam keadaan seperti ini.
“ ini mbak Barangnya jatuh” ujarnya.
“ ah.. iya terimakasih” jawabku. Tapi, kenapa dia memanggilku mbak? Apakah dia sudah tak mengenaliku lagi? Yanuar, apa itu benar-benar kau? Jika itu kau, kenapa kau tak mengingatku? Aku memang sekarang sudah berhijab. Sedang di SMA aku belum berhijab. Semenjak kedua orang tuaku meninggal, aku memutuskan untuk berhijab. Aku merubah sikapku, yang semula egois, manja dan kekanak-kanakan.
“ya sudah saya pergi dulu”
“oh... iya, sekali lagi terimakasih” dia benar-benar tak mengenaliku.
***
Ndredd...
Ndred...
Tiba-tiba ponselku bergetar. Aku segera melihatnya. Kalau-kalau itu penting. Seseorang menelponku. Tapi aku tidak mengenal nomornya.
“ halo sabrina di sini” ujarku.
“sa, ini aku Elly, kau masih ingat denganku kan?” seseorang yang disana mulai berbicara. “Elly?” Gumamku. Aku bahkan tak ingat siapa elly.
“aku elly, kita satu sekolah saat SMA, aku di kelas IPA1” jelasnya.
“oh.. elly apriliani. Iya aku masih ingat” jawabku. Aku tak menyangka, dia masih ingat denganku, dia bahkan punya nomorku. Padahal kita dulu di SMA tidak saling kenal, jangankan berbicara, bertatap muka saja tak pernah. Padahal kita satu sekolah. “iya ada apa ell, knapa kau menelfonku?” lanjutku.
“kenapa kau berbicara seperti itu sa, aku ini kan teman satu sekolahmu dulu,  jadi tidak apa-apa kan jika aku menelfonmu”
“Maksudku bukan begitu ell, kau kan juga tau bahwa dulu kita ini jarang berbicara”
“ohh.. iya aku juga tau. Ngomong-ngomong bagaimana keadaanmu sa??”
“Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?”
“alhamdulillah baik”
“em.. kau kerja dimana sekarang?” tanyaku penasaran
“di restoran” jawabnya singkat
“restoran?!” tanyaku “restoran mana? Dimana tempatnya? Milik siapa?”
“pertanyaanmu banyak sekali sa. Restoran milikku sendiri. Letaknya di jepang. Aku tinggal disana sekarang.” Jelasnya.
“dalam rangka apa kau kemari?”
“loh.. apa kau belum tau, sebentar lagi kan SMA kita akan mengadakan reuni? Maka dari itu aku pulang ke indonesia”
“em.. ya sudah ell, aku tak bisa telfon lama-lama, aku sedang sibuk” aku menutup telfon dari elly. Ya elly, dia adalah mantan kekasih Yanuar. Tapi aku belum tau pasti, apakah dia sudah menjadi mantan atau masih berpacaran. REUNI. Benarkah itu. Akan diadakan reoni SMA. Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan. Bagaiman jika teman-temanku tau kalau aku sekarang...??
***
Pagi ini terasa dingin. Mungkin karena musim kemarau akan segera datang. Dan juga sebentar lagi akan bulan puasa. Aku segera bersiap untuk olah raga pagi hari ini. Kupakai handuk kecil warna biruku. Aku melihat keluar rumah. Banyak sekali orang berolahraga diluar sana.  Melihat semua itu aku semakin bersemangat untuk  olahraga pagi ini. Sudah lama aku tak pernah olah raga pagi. Itu karna kesibukanku. Hari ini aku sedang takbekerja. Itu karna aku telah di pecat. jadi tak salah jika aku meluangkan waktu untuk berolah raga sejenak. Aku telah sampai di taman. Aku ingin beristirahat sejenak di sana. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada sesosok pemuda disana. Dia memakai training warna biru. Kulitnya putih, badanya tinggi. Tapi aku tak tau bagaimana wajahnya.dari kejauhan, aku melihat elly. Di disini? Dia sudah berada di sini. Bagaimana ini. Aku segera bersembunyi. Aku berlari, dan bersembunyi di balik pohon beringin di taman itu. Aku takut jika dia melihatku. Aku belum siap bertemu dengannya. Namun, tiba-tiba saat aku menoleh kearah elly lagi, aku tak melihatnya. “Dimana? Dimana dia? Apa dia sudah pergi? Syukurlah. Namun tiba-tiba ada seseorang  menepuk bahuku dari belakang.
“hey, apa yang kau lakukan disini?” tanya pria itu. Aku segera menoleh. Jantungku berdetak kencang tangan ku dingin dan gemetar. Namun itu bukan karna aku takut elly melihatku. Namun.. dia. Dia yang menepuk bahuku. Dia sangat tampan. Tapi, wajahnya. Wajah itu. Sudah tak asing lagi.
“Yanuar” lirihku
“apa? Apa yang kau katakan tadi? Aku tak dapat mendengarnya. Bolehkah aku minta kau ulangi lagi”
“a.. tidak, aku tak mengatakan apa-apa” aku masih melihatnya. Kenapa begini. Kenapa aku merasakan sesuatu yang berbeda pada diriku? Aku sungguh tak bisa melepaskan pandangan mataku darinya. Apa ini yang namanya cinta lama bersemi kembali. Yanuar.
“benarkah. Lalu, apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya lagi.
“A.. aku..  aku di sini sedang mencari semut, iya aku sedang mencari semut”
“Benarkah itu? Untuk apa kau mencari semut nona?”
“oh ya.. apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” tanyaku penasaran.
“sepertinya tidak, aku tak pernah melihatmu sebelumnya”
“benarkah? Tapi aku merasa pernah melihatmu sebelumnya?”
“ah mana mungkin. Oh ya kau mau minum? Aku baru saja membelikannya untuk saudara ku. Tapi tiba-tiba dia bilang ada urusan. Jadi, ini untukmu saja” lelaki itu menyodorkan minumannya kepadaku.
“a, iya terimakasih banyak”
“oh ya.. namamu siapa? Kita belum berkenalan” dia mengulurkan tangnya kearahku.
“sabrina. Namamu?”
“risky, oh sepertinya aku harus segera pulang, ech tapi bolehkah aku minta nomermu nona sabrina? Aku ingin mengenalmu lebih dekat”
“tentu, ini catat ya 085641358xxx”
***
Aku merebahkan badanku ke kasur.kuambil fotoku dan Yanuar yang berada di atas meja. Aku tak pernah membuangnya. Risky. Apa dia adalah kau Yanuar? Tapi kenapa kau lupa denganku. Kau bahkan tak ingat jika kau pernah menolongku sebelumnya. Tapi, risky dan Yanuar berbeda. Mata risky tak sesipit mata Yanuar. Tapi orang yang menolongku itu, dia mirip sekali dengan Yanuar. Tapi kenapa ketika aku melihat lelaki yang menolongku, aku merasa biasa saja. Sedang yang kulihat di taman tadi, dia, dia membuat ku...
Ndredd...
Ndred...
Ponselku tiba-tiba berbunyi. Ternya itu pesan dari sinta, teman SMAku dulu. “untuk alumni SMA 1 BOJONEGORO angakatan 2005/2006 di beritahukan bahwa akan diadakan reuni, pada tanggal 12 AGUSTUS 2013 di SMA 1 BOJONEGORO. Reuni di mulai pada pukul 08.00 wib- selesai. Harap kehadirannya.
Terimakasih.
Jadi benar akan di adakan reuni? Aku segera mengambil tas ku, dan keluar. Aku ingin menemui elly teman SMAku dulu. 

Saturday, May 14, 2016

Aku


Aku mendengar suara itu lagi. Suara yang hampir tiap malam merasuk dalam mimpi-mimpiku. Suara yang tak asing, namun sulit bibir ini berucap. Musik apa itu? Ia seolah membawa cerita dimasa laluku. Tapi cerita apa? Aku selalu kehilangan ingatan di setiap malam dalam tidur lelapku.
    Kembali kurebahkan badan di kasur empuk yang kubeli bulan lalu dengan gaji pertama  sebagai seorang penyanyi. Sungguh nikmat dunia rasanya, kalau saja aku tahu ini sejak belum menikah pasti keluarga kecilku sekarang sudah bahagia dan bergelimang harta. Tinggal menyanyi beberapa menit saja sudah dapat gaji yang berlimpah. Istriku kini hidup makmur bahagia, anakku satu-satu nya yaitu Izam dapat lanjut sekolah lagi, sekarang ia sudah kelas 3 SD.
      Mau apa tinggal tunjuk, tak butuh waktu lama untuk memilikinya. Senyuman mereka kini bermekaran setiap hari. Istriku tak perlu susah payah bekerja, tak perlu susah-susah cuci baju tetangga untuk keperluan sekolah Izam lagi. Izampun tak perlu makan ejekan teman-temannya, yang selalu bilang punya bapak membudaya, dan tak kekinian. Kemarin-kemarin sebelum aku jadi terkenal, Izam selalu pulang dengan mata sembab. Diejek teman-teman seusianya, bahwa punya bapak yang jadul suka pakai blangkon kemana-mana, juga main musik yang membuat kantuk semua orang. Entahlah apa yang dipikiran anak itu saat ejekan temannya masuk kedalam telinga. Malu karena pekerjaan bapaknya yang dulu atau tak rela bapaknya dicemooh oleh teman-teman seusianya. Tapi kini tak lagi, cukuplah Izam makan nasi dan ikan. Tak akan kubiarkan anakku satu-satunya itu makan ejekan temannya lagi.
   Aku merasa benar-benar hidup sekarang. Setelah bertahun-tahun aku terjebak dengan keluarga yang membudaya. Izam tak akan kupaksa menjadi apa yang kumau seperti bapak dan ibuku dulu, ketika memaksa ku untuk bermain gamelan. Biarlah ia menjadi seperti apa yang di suka.
Kembali ku tatap langit kamar. Melihat genting yang mulai longsor kebawah, yang harus rajin-rajin dibenahi saat musim penghujan tiba. Aku meringis melihatnya. Rumah ini sudah cukup tua untuk ditinggali. Bagaimana tidak, rumah ini adalah peninggalan nenek buyutku. Desain arsitekturnya pun masih jaman dulu sekali. Dengan perlengkapannya yang masih jadul alias jaman dulu. Tungku tempat memasakpun masih menggunakan kayu. Ada juga Buffet berisi benda-benda yang katanya peninggalan sejarah. Almarinya pun masih berisi puluhan jarik-jarik batik nenek buyut, yang mungkin sebagian sudah dimakan rayap atau dijual istriku untuk makan sehari-hari. 27 tahun aku hidup disini, sebagai seorang seniman desa yang hidup sederhana. Almarhum bapak pernah mengatakan tak apa engkau makan secukupnya, yang penting mereka dapat makan budaya yang kau berikan.
      Aku tertegun, kini aku bukanlah aku yang dulu. Aku sudah menjadi bapak dan seorang suami bagi istriku, mana mungkin aku memberikan mereka sedikit asupan makanan, mereka bisa sengsara. Aku tak akan tega melihatnya. Rumah ini memang memiliki banyak kenangan dimasa kecilku, aku yang masih kecil hingga aku menemukan seorang wanita dan mempersuntingnya menjadi istriku. Nur bukanlah wanita yang mudah mengeluh, ia tak pernah mengeluh dengan kondisiku sebelumnya. Namun, tetap saja aku tak akan membiarkan wanitaku susah payah karena aku. Tidur di ranjang yang mulai retak dengan ditemani nyamuk yang berterbangan, menggigit kulitnya yang mulus kemudian menghisap darahnya yang begitu manis. Aku harus merombak rumah ini, aku sudah terkenal sekarang. Bagaimana jika nanti ada tamu istimewa mendatangi rumahku? Dan membawa sebuah benda dibahu yang bernama kamera itu. Bertanya dari A sampai Z, yang harus kujawab dengan senyuman ramah untuk para penggemar bapak muda ini. Aku harus merubah gayanya, ala-ala rumah beken jaman sekarang. Atau pindah dan beli apartemen kemudian menjual rumah ini. Rumah masa kecilku.
     Lagi pula banyak barang-barang yang pasti dicari kolektor dirumah ini. Jika dijual lumayan juga hasilnya. Alat musik tradisional juga banyak, karena keluarga besar rata-rata seniman budaya. Pasti dapat banyak untung. Lalu uangnya akan kugunakan untuk membeli perlengkapan Band Izam, anak itu sepertinya suka musik, mungkin bakatnya menurun dari keluarga besar. Namun, aku tak pernah mengajarinya untuk menjadi seperti aku yang dulu.
       Hah, mengapa baru sekarang aku seperti ini? Coba saja jika aku sadar dari dulu. Tak perlu menghabiskan waktu untuk bermain gamelan, yang upah dari bermainnya tak seberapa cukup untuk kebutuhan. Yang menyewa untuk bermain pun tak seberapa banyak. Tidak seperti saat ini, ketika aku bernyanyi didedapan banyak orang dengan lagu yang benar-benar kekinian. Berbagai tawaranpun membanjiri. Bersandiwara dilayar kaca atau sekedar menawarkan sebuah produk yang juga akan muncul dilayar kaca. Dilihat oleh ribuan orang, bahkan seluruh Indonesia. Hanya menghabiskan sedikit waktu, namun menghasilkan banyak uang.
Entahlah, apa yang akan dikatakan bapak dan ibuku jika mereka masih hidup. Marah? Atau bahkan murka? Lagi pula mengapa harus aku yang melanjutkan misi mereka? Ada banyak pemuda di dunia ini. Harusnya mereka yang melakukan itu.
Sebagai seorang bapak untuk Izam dan seorang suami bagi Nur, aku juga ingin keluarga ku bahagia. Bahagia karena hidup bercukupan. Semuanya butuh uang, aku tak mau menjadi orang yang munafik akan hal itu. Aku juga ingin melihat Izam memakai toga dan punya gelar sarjana. Jadi dosen atau menjadi seorang dokter. Tidak menjadi seperti bapaknya ini. Izam anak yang manis, ia begitu penurut. Izam jarang sekali menghabiskan waktu dengan temannya disiang hari, entah apa yang dilakukan anak itu tiap siang. Ketika aku pulang Izam selalu dirumah, dan menyambutku dengan secangkir kopi ditangannya. Memijit pundak layaknya seorang anak perempuan menyambut bapaknya. Ia tak pernah meminta untuk dibelikan mainan, katanya mainan dirumah sudah cukup banyak, juga membuatnya bahagia. Ya, alat-alat musik peninggalan keluarga. Biarlah dia melakukan hal yang ia suka, aku tak akan melarangnya. Asal jangan seperti bapaknya.
Aku menutup mata, semilir angin seolah menjadi dongeng yang menghantarkan untuk tidur. Samar-samar kudengar suara, suara yang sering datang dalam mimpi. Aku membuka mata, bangun dari tempat tidur dan mencari sumber suara. Itu suara gamelan, beserta tembang jawa yang mengiringi musiknya. Tembang yang sering aku nyanyikan saat aku diundang dalam acara-acara di desa.
Mataku terbelalak, aku melihat Izam duduk didepan gamelan, mulutnya bergumam. Disampingnya terlihat sebuah piala. Aku tak sanggup berkata. Kakiku seolah kaku, mulutku sekejap menjadi beku. Izam tersenyum manis melihatku.

Friday, April 29, 2016

Catatan Tentang "Sinar" (bag.2)



Ini adalah catatan keduaku tentang sinar. Sebuah UKM-F yang ku ikuti di Universitas Trunojoyo Madura. Kali ini mungkin catatannya agak panjang dari sebelumnya, juga bahasanya tak begitu formal seperti catatan sebelumnya. Aku menulis ini karena aku ingin nantinya dimasa depan, ketika sudah tidak di Madura, ketika sudah diwisuda dari universitas tercinta, aku masih dapat mengenang mereka. Mengenang mereka lewat tulisan ini. Tulisan yang ku tulis diatas tanah Madura, didalam kamar yang hanya sepetak, dengan status seorang mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura.

Sinar, sebuah UKM-F yang sudah beberapa bulan aku ikuti. Tepatnya 8 bulan, setelah aku mendapat sms bahwa aku diterima menjadi anggota mereka pada tanggal 10 September 2015. Aku bahagia sekali dapat bergabung dengan mereka. Aku dapat banyak pelajaran. Aku dapat banyak pengalaman, aku dapat banyak kenalan, dan aku dapat banyak kesibukan. Aku tak menyangka akan bersama sinar sampai sejauh ini. Awalnya pada pertengahan semester 1 ada sebuah niatan untuk keluar dari Sinar. Bukan karena tak cocok dengan orangnya, bukan karena tidak bisa bagi waktu. Melainkan, karena aku merasa tak pantas, aku merasa aku paling bodoh diantara semuanya. Aku merasa hanya aku yang tak memiliki bakat. Tapi aku mengurungkan niat. Aku masih penasaran, dan aku masih ingin terus mencoba.

Sebenarnya, aku adalah orang yang cepat bosan dalam mengikuti suatu kegiatan. Dulu, ketika masih SMP, aku ingin daftar OSIS. Tapi aku tak berani, karena tak ada teman yang aku kenal. Akhirnya aku ikut PMR, itu saja Cuma bertahan satu tahun. Iya, aku bosan, dan aku sudah tidak tertarik lagi. SMA, aku juga ingin daftar OSIS, tapi tak jadi karena beberapa alasan. Akhirnya aku mengikuti ekstrakurikuler budidaya jamur tiram. Ngebet banget aku, saking ngebetnya saat test wawancara mbaknya bilang,
"duh, adek ini semangat banget pengen masuk, sampek ngempo-ngempo bilangnya,"
Tau artinya ngempo-ngempo? Ya, hampir sama seperti menggebu-nggebu. Tapi, walaupun menggebu-nggebu pada akhirnya aku Cuma bertahan satu tahun saja. Karena sebuah alasan, karena sebuah ketidak cocokan dengan anggotanya.

Entahlah, aku tidak tau bagaimana dengan sinar. Apakah Cuma satu tahun? Dua tahun? Atau sampai wisuda. Yang pasti sejauh ini semangatku kian menggebu, walau pernah minder saat ada open recruitment. Kakak Sinar mengajariku banyak hal. Tentang semangat, tentang tekat, dan tentang tujuan. Tentang usaha, tentang hasil, dan tentang perjuangan. Tentang waktu, tentang ilmu, tentang kewajiban dan tentang tanggung jawab. Sinar tak banyak, hanya beberapa orang. Dan itu yang membuat kami bisa saling mengerti satu sama lain. Saling terbuka, dan saling berbagi duka. Sinar bukan hanya sekedar Ukm, Sinar juga bukan hanya sekedar Lembaga Pers. Sinar adalah keluarga, keluarga yang bahu-membahu dan menjadikan Sinar menjadi sebuah nama. Sebuah nama yang memiliki arti, memiliki tujuan, dan memiliki cita-cita.

Awal daftar di sinar aku begitu bersemangat. Sampai-sampai SMS yang mengatakan bahwa aku diterima aku balas. Disitu aku menulis "terimakasih kak, aku akan berusaha ^^" begitu senangnya aku mendapat sms itu, walaupun aku tau. Nomor yang tertera di formulir pendafaran semua mendapat pesan yang sama.

Sebelum diterima di Sinar, aku diwawancarai oleh seorang kakak perempuan. Mbak. Ajeng namanya. Mbak. Ajeng pernah bertanya seperti ini saat wawancara, "dek, kita ini kan lembaga pers, tugasnya cari berita. Kita bisa aja ngeliput berita sewaktu-waktu, gimana kalau nanti kamu di sms malem-malem suruh ngeliput berita secara mendadak,?"
Tau aku jawab apa? Aku jawab sanggup. Karena kostku juga dekat. Dan pada akhirnya hal itu benar adanya. Benar aku alami.

Cerita ku di Sinar banyak, jika semua dituliskan akan habis berlembar-lembar. Akan berbusa mulut membacanya.

8 bulan aku bersama Sinar, setidaknya aku sudah mengerti sifat masing-masing anggotanya. Kali ini aku tak akan menulis tentang sifat mereka.
Bersama Sinar aku mengerti arti sebuah ambisi. Arti sebuah perjuangan. Arti sebuah kata pantang menyerah
Senyuman mereka begitu melekat dalam ingatan. Suara mereka selalu terngiang di telinga. Selama 8 bulan sama sinar aku punya banyak cerita sama anggota Sinar, antara lain dengan kakak:

Khurin In (PU Sinar)

Mbak khurin itu, baik. Enak diajak curhat, walau kadang galak dan suka melotot. Selama di Sinar aku banyak melewati hari sama mbak. Khurin, dari wawancara sama dosen mengenai penerimaan mahasiswa baru (walau aku waktu itu gak Tanya sama dosen sama sekali)
Aku sering curhat sama mbak khurin, entah secara langsung ataupun tidak langsung. Aku bingung mau nulis apa, banyak banget kejadian yang aku alami sama mbak khurin, sampek aku lupa. Mungkin nanti kalau aku tiba-tiba inget bakal aku tulis lagi.

Ajeng Fitri W.D.P

Lihat catatan ku tentang sinar yang pertama? Iya, mbak. Ajeng itu kakak Sinar yang paling aku suka. Baik orangnya. Tapi, kemarin-kemarin aku gak begitu deket sama mbak ajeng. Soalnya mbak ajeng juga jarang ikut kajian. Terus kalo di sms jarang bales. Jadi, Aku sering curhatnya sama mbak Khurin. Tapi, pas mau acara bedah buku kemarin. Aku banyak ngabisin waktu sama mbak ajeng. Ketawa-ketiwi tiada habis. Pas di stand bedah buku sesekali juga curhat. Kalo sama mbak ajeng aku gak bisa diem.
Aku pernah wawancara sama mbak ajeng, masalah rokok. Waktu itu juga sempet curhat bentar, tentang nulis.
Mbak ajeng itu, kalo diajak curhat pasti nyebut dirinya dengan sebutan "Mbak" bukan aku.

Wakiatur Riskyah

Wakiiiiiiiii, dia itu anggota sinar yang satu angkatan sama aku. Waki itu orangnya semangat banget, pantang menyerah. Buktinya pas ada acara bedah buku kemarin, waki semangat banget bagiin brosur. Aku jadi ikutan semangat. Pas bersih-bersih audit juga, semangat banget wakinya, sampai berdua ngangkat meja dari lantai satu. Waki itu gak pernah bilang kalo lagi laper, pas jaga stand kemarin dia gak sarapan, Cuma makan pentol. Pucet banget, lemes. Duh waki ini.
Waki Setia banget sama Sinar. Aku banyak ngabisin waktu sama waki. Kadang saling diskusi masalah tugas yang dikasih kakak Sinar. Waki itu baik banget, sumpah.

Dwi Prayoga Setyawan

Mas Yoga itu, suka ngebulli. Aku gak suka. Tapi mas yoga baik. Baik banget, jadi pengen bawain ledre. Mas yoga itu penyayang, sayang banget sama adik-adiknya di sinar. Mau bukti? Banyak  kok buktinya. Pas muswa salah satunya, waktu itu mbak ririn lagi sakit batuk-batuk yang sampek gak berhenti-henti. Terus sama mas yoga, mbak ajeng dan mas gigih langsung disuruh beli in minum. Aku liat ekspresinya mas yoga, khawatir-khawatir gimana gitu. Hehe Kan jadi pengen tak bawa pulang mas Yoga nya, tak jadi in mas *just kid wkwkwk.
Mas yoga itu kadang keliatan item, tapi kadang keliatan cerah banget wajahnya. Mungkin tergantung amal ibadah. Hehe *just kid
Di Sinar kalo ada kajian pasti aku gak banyak komentar, dan kalo aku gak komentar pasti mas yoga melotot gitu, dan maksa aku buat bicara.

Afinda Dahlianty P.

Jangan buat mbak. Finda menunggu deh kalo gak mau kena marahnya mbak Finda. Pertama kali liat mbak finda marah itu aku takut banget, sampek mau nangis aku. Meskipun bukan marah sama aku, tetep aja aku takut. Lupa pas kumpulan bahas apa gitu.
Aku pernah wawancara sama mbak finda beberapa kali. Tentang parkiran, sama penerimaan mahasiswa baru. Mbak finda itu kalo wawancara enak banget, pertanyaan nya terus ngalir gitu aja, santai lagi kalau wawancara. Pengen kayak gitu, tapi gak bisa.

Siti Martindahsari Rokmana

Jarang sih aku ngabisin waktu sama mbak ririn, soalnya mbak Ririn ngajar terus. Dulu, awalnya aku pikir mbak Ririn itu blagu. Tapi enggak kok. Aku pernah dibonceng sama mbak Ririn 2 kali, pas gladi kotor PJTD tahun lalu, gara-gara aku gak berani diboceng mas yoga hehe. Terus sama pas maen kerumahnya waki. Pertamanya yang dibonceng sama mbak Ririn pas maen ke waki, aku diem aja. Malah dikiranya mbak ririn aku tidur, padahal aku lagi menikmati pemandangan malam.
Oh iya, beberapa anggota sinar pernah ditraktir sop buah sama mbak Ririn, sekedar cerita aja sih.

Mochmmad Gigih Pebrianto

Mas gigih itu status Fbnya lucu-lucu. Pernah ketawa-ketawa sendiri pas stalking fbnya. *sebenarnya semua fbnya kakak sinar udah tak stalking semua sih wkwkwk
Kalau nulis cerpen bahasanya juga enak. Pengen kayak mas. Gigih. Tapi mbak. Ajeng pernah bilang, setiap orang itu punya cirinya sendiri dalam menulis.
Aku pernah wawancara sama mas. Gigih. Tentang seminarnya FKIP dulu.
***
Oke itu dia cerita ku bersama kakak sinar, tak banyak karena kalau banyak susah juga nanti. Meskipun aku keliatannya diem, tapi aku sebenarnya memperhatikan mereka semuanya. Meskipun gak ada yang tau, sebenarnya aku udah stalking sosmednya kakak Sinar. Mereka semuanya baik, aku sayang kakak sinar. Sudah seperti keluarga sendiri, dan semakin kesini aku semakin tau sifat dan karakter mereka.
Semoga nantinya anggota sinar yang baru juga baik-baik, tanggung jawab, dan pantang menyerah. Juga calon adik-adik sinar.
Terus semangat Sinar, "tinta kita adalah suara"

Sunday, March 27, 2016

Menulis Dan Hobby Masa Kecil



           “Menulislah, apapun jangan pernah takut tulisanmu tidak dibaca orang, yang penting tulis, suatu saat pasti berguna” Pramoedya Ananta Toer
           Iya, seperti kata bapak Pramoedya Ananta Toer. Menulislah apapun itu. Aku selalu punya pikiran negatif saat menulis, takut kalau tulisanku tak dibaca orang, takut kalau tulisanku dicela orang. Dan lain sebagainya. Takut. Iya takut. Takut kalau menurut orang tulisan ku tidak layak untuk dibaca.
           Entah, sejak kapan aku suka menulis akupun tak tau, yang pasti saat aku masih duduk dibangku SD dulu aku suka menulis diary. Ya, diary anak-anak. Aku suka menulis, namun aku tak begitu sering membaca. Aku jarang membaca buku pelajaran, buku pelajaran yang kubaca mungkin Bahasa indonesia, atau dulu di sebutnya TAKTIS (kalau gak salah si namanya itu) itu saja cuma cerita-cerita, pun dalam hati aku bacanya dan itu diam-diam. Aku tak suka belajar didepan umum, entahlah aku juga tak tau kenapa.
           Sebelum punya hobby menulis. Aku punya banyak hobby waktu SD, juga punya banyak cita-cita. Namun tiap kali ditanya guru apa cita-cita dan hobbyku aku menjawab membaca, dan menjadi seorang guru. Jawaban yang klise dikalangan anak-anak. Dan jawaban itu kugunakan sampai SMP. Cita-citaku banyak, namun aku tak pernah mengatakan pada orang. Dengan alasan “malu” bagaimana jika nanti cita-citaku tak dapat aku raih? Pasti diejek. Dan jika ditanya apa cita-cita lain selain jadi seorang guru, aku Cuma menjawab ingin sukses. Dan teman-temanku menertawakan cita-citaku. Katanya cita-citaku itu ambigu, sukses dalam hal apa.
           Bicara tentang cita-cita, mejadi sorang penulis tidak pernah masuk dalam daftar cita-citaku dari kecil. Mungkin sampai sekarang aku masih tdak ingin jadi penulis. Banyak temanku yang mengatakan “ri, coba deh nulis buku” dan aku hanya menjawab dengan senyuman lalu mengatakan “aku belum pengen buat buku” aku merasa tulisanku masih belum layak. Punya hobby menulis saja baru saat kelas 3SMA. Dan jika aku baca cerpen orang-orang, bagus banget dan akupun sering minder. Cerpen buatanku pasti tak ada kata-kata puitisnya, aku gak bisa aku gak puitis. Aku pernah sharing sama kakak tingkat, jurusan PBSI dan bernaung di satu UKM yang sama. Mbak itu bilang
           “coba ikut o lomba dek,” akupun menjawab,
           “masih belum PD mbak, tulisanku gak bisa puitis, aku pengen buat cerpen yang puitis kayak punya kakak yang lain,” kemudian kakak tingkat itu bilang,
           “setiap orang itu punya cirri nya masing-masih dalam menulis, dan kamu juga punya cirri. Jangan berpatokan pada orang,” kemudian aku hanya bisa menghela napas. Menulis.
           Saat aku masih SD aku suka menggambar desain-desain baju. Bukan menulis. Entahlah aku juga tak tau,mungkin saja karena aku suka main Barbie-barbiean dulu. sering sekali aku menggambar, banyak, samapai berlembar-lembar namun sekarang mungkin sudah hilang semuanya. Dan saat itulah aku bercita-cita ingin menjadi seorang desainer.
           Selain menggambar desain baju, aku dimasa SD juka senang menggambar denah rumah, dan hal ini berlanjut sampai SMP. Kertas-kertas buku tulis yang masih kosong aku sobek dan kutempel tempel hingga menjadi besar, kemudian aku gambar sebuah denah rumah besar dan bertingkat berasa punya rumah idaman saat gambar itu selesai. Arsitek. Iya, aku pernah bercita-cita menjadi seorang arsitek, dan sama seperti sebelumnya, aku merasa senang saat menggambar itu. Imajinasiku selalu bermain, aku merasa aku memiliki rumah yang besar. Pengen rasanya, Kuliah jurusan tatabusana atau arsitek.
           Aku dimasa kecil juga suka menjahit, sampai-sampai ibuku selalu marah. Karena aku selalu menyobek-nyobek baju dan kemudian kubuat mainan. Dijadikan baju, atau lain sebagainya. Aku suka menjahit, namun jahitanku tak begitu bagus juga. Dan hobby ini berlanjut sampai sekarang.
           Selain menjahit aku dimasa kecil juga sangat suka dengan apa yang namanya kartun, sampai sekarang. Masa kecilku bahagia, aku diberi tontonan kartun dan lagu-lagu wajib oleh bapak. Membeli CD diperempatan jalan, dan menontonnya dirumah. Kenapa aku suka kartun? Bukan, bukan karena ceritanya. Namun karena gambarnya, dan sampai sekarang ketika ada kartun yang gambar nya bagus aku suka melihatnya, jika gambarnya tidak bagus ya gak ku tonton. Aku sering iseng menggambar kembali kartun yang di TV, tapi itu dimasa kecil.
           Bicara soal menggambar, dulu saat aku SD bahkan sampai SMA teman-temanku pasti mengejek-ejek gambarku. Kata mereka gambarku bagus, dan pasti digambarkan oleh kakak perempuanku. Ya Allah, seolah-olah kempuanku tidak diakui, seolah-olah aku ini tidak bisa apa-apa. Padahal mbak tika gambarannya juelek banget wkwkwk.
           Aku suka anime, dan aku lebih suka komik dibandingkan Novel. Dulu saat aku duduk di bangku SMP, aku sering meminjam komik temanku untuk kubaca dirumah. Aku senang menggambar, aku sering gambar-gambar komik dulu, menyobek buku tulis yang masih kosong dan mengumpulkannya kemudian di staples, setelah itu ku gambar seperti komik, namun mungkin sekarang sudah hilang karena rumah yang dipindah-pindah. Dan sekarang aku jarang sekali menggambar, sampai kaku jari jemariku.
           Satu lagi cita-cita yang paling aku inginkan. Yaitu menjadi tim kreative TRANSTV. Atau menjadi wartawan di TRANSTV. DKV, jujur pas SBM atau SNM kemarin aku pengen daftar jurusan itu, atau mungkin jurusan SENI, namun setelah kufikir-fikir sepertnya tidak mungkin. Dan kata mbak, “ngapain daftar jurusan seni nanti temenmu gondrong-gondrong lo” wkwkwkwk
           Aku memang tak memiliki labtop, tapi setidaknya aku tidak gaptek. SMA aku pernah ikut les komputer, dan lumayan dapat ilmu lah. Dulu pas masuk perkuliahan, sebenarnya pengen daftar ukm triple C. tapi masih ragu soal e gak ada labtop hehe.
           Dan sekarang, aku suka menulis. Sebenarnya menulis itu suatu hal yang tak asing disekitar kita. Tiap hari kita pasti pernah menulis, entah menulis nama kita sendiri atau yang lebih lagi.
           Awalnya aku hanya penasaran dengan apa yang namanya menulis, karena mbak suka menulis. Hanya sekedar iseng nulis dibuku, namun tiap nulis dibuku itu selalu mentok tulisannya. Gak ada ispirasi, padahal udah dengerin lagu. Akhirnya, coba nulis di labtop mbak, dan inspirasi ngalir terus dengan sendirinya, apalagi aku suka ngetik. Dan akhirnya jadilah satu karya, di masa SMA. Cerpen pertama yang aku publikasikan ‘di ujung senja yang kelam” kelas 2 SMA, aku punya temen yang jadi pengurus majalah sekolah, akhirnya aku coba masukin karya itu. Dan kebetulan lolos. Dan kata Bu. Retno guru bahasa indonesia bagus. Alhamdulillah. Kebetulan juga kelas 3 SMA disuruh baca terus sama bu Retno. Dan semakin tertarik sama dunia tulis menulis.
Banyak pertanyaan yang dilontarkan teman-teman padaku
“ria, kamu kan suka nulis, tapi gak punya labtop? Terus kamu nulis dimana?”
“ria kamu biasanya nulis dimana? Kan gak punya labtob?”
“ria kalo ngerjain tugas UKM kamu dimana? Kan gak ada labtop?”
Dan masih banyak lagi pertanyaan serupa lainya. Yang pasti rahasianya adalah pintar-pintar memanfaatkan waktu dan kesempatan.
Dirumah aku biasanya nulis pakai labtop mbak, terus disimpen di F.d. kalau disini, aku biasanya nulis pakai labtopya temen. Kalau ada tugas aku sering pinjem labtop temenku. Dan kalau tugasnya udah selesai, belum aku  balikin dulu, aku buat nulis cerpen. Wkwkwk itu licik gak sih??
Kalau ide, aku sudah dapat dari jauh-jauh hari, dan aku tulis di hp. Nah, pas ada pinjeman labtop barulah aku jabarkan. Kadang aku menulis dalam dekali duduk, namun kadang gak juga sih.

Intinya adalah, menulis itu bisa kapanpun, pandai-pandai kita saja.